PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA TERHADAP SATWA LIAR
DOI:
https://doi.org/10.29123/jy.v14i2.471Keywords:
wildlife crime, undercover buy, investigator as a witnessAbstract
ABSTRAK
Tulisan ini merupakan studi terhadap Putusan Nomor 562/Pid.Sus-Lh/2016/PN.Rgt dan Nomor 563/Pid.Sus-Lh/2016/PN.Rgt. Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan tindak pidana yang dilakukan mengancam hilangnya kekayaan keanekaragaman hayati di Indonesia sebagai alasan memperberat. Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara empat tahun penjara, lebih lama dari tuntutan jaksa berupa pidana penjara tiga tahun penjara, dan pidana denda seratus juta rupiah, subsidair satu bulan kurungan. Beberapa hal dari putusan tersebut yang menarik untuk dibahas dalam tulisan ini apakah penyidik dapat melakukan pembelian terselubung (undercover buy) untuk mengungkap tindak pidana satwa liar? Bagaimana pengaturan dan implikasi penggunaan keterangan saksi yang berasal dari penyidik sebagai alat bukti di persidangan? Serta bagaimana proporsionalitas penghukuman pada kedua putusan tersebut? Secara umum metode penelitian yang digunakan adalah studi putusan pengadilan, dengan melakukan serangkaian focus group discussion dengan mantan hakim dan jaksa, penyidik yang memeriksa perkara, dan peneliti/aktivis lingkungan hidup. Hasil studi atau kajian menemukan bahwa praktik pembelian terselubung dan penggunaan keterangan saksi penyidik dalam penegakan hukum tindak pidana satwa liar tidak memiliki landasan hukum. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya dasar hukum yang memberikan kewenangan pembelian terselubung kepada penyidik. Mahkamah Agung dalam beberapa putusannya bahkan membebaskan terdakwa yang dalam pemeriksaan di tingkat pertama mendengarkan keterangan saksi penyidik. Selain itu, hukuman yang diberikan kepada pelaku juga belum proporsional. Ketiadaan pedoman berakibat pada terlalu variatif dan tidak proporsionalnya penggantian pidana denda menjadi pidana kurungan.
Kata kunci: tindak pidana satwa liar; pembelian terselubung; saksi penyidik.
ABSTRACT
This paper is a study of the Court Decision Number 562/Pid.Sus-Lh/2016/PN.Rgt and Number 563/Pid. Sus-Lh/2016/PN.Rgt. In the decisions’ deliberation, the judges stated that because the crime threatened biodiversity in Indonesia, it became aggravating circumstances. The panel of judges sentenced the defendant to four years in prison, longer than the prosecutors who charged the defendant to three years in prison and to pay a fine for one hundred million rupiah, subsidiary to one month in jail. Several interesting things from the decisions that need to be discussed in this paper are: can the investigators do undercover buy to reveal wildlife crime? What is the rule and implication of using witness testimony from the investigators as evidence at trial? And how is the proportionality of the sentence in both decisions? Generally, the method used for this research is to study court decisions with former judges and procecutors, investigators who examined the case, and researchers/environmental activists. The study found that the practice of undercover buy and the use of witness testimony from the investigators did not have legal basis. There is no legal basis that gives the authority to the investigators to do the undercover buy. The Supreme Court in several of its decisions even acquitted the defendants who in the examination at the rst level listened to the testimony from investigators. Moreover, the sentence which was given to the defendant is not proportional. The absence of a guideline makes it too varied and disproportionate to the replacement of ne into con nement.
Keyword: wildlife crime; undercover buy; investigator as a witness.
References
Buku
Babbie, E. (2017). The practice of social research. (14th ed.). United States: Cengage Learning.
Eryan, A. et.al. (2019). Arah baru kebijakan penegakan hukum konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Jakarta: ICEL.
Gunawan, A., Prasetiyo, H., & Vidya, W. (2016). Gap analysis terkait pengaturan, penerapan, dan penegakan hukum terhadap perdagangan ilegal harimau Sumatera. Jakarta: ZSL.
Luchtman, M. (2016). Procedural safegurads and the interaction between administrative and penal enforcement, dalam J.L. De La Cuesta; L. Quackelbeen; N. Persak, & G. Vermeulen, The protection of the environment through criminal law. Antwerpen: Maklu.
Nurse, A. (2015). Policing wildlife: Perspectives on the enforcement of wildlife legislation. New York: Palgrave Macmillan.
Pamuk, Z. (2015). Due process, dalam Thompson, S. (Ed.). Encyclopedia of diversity and social justice. London: Rowman & Little eld Publishers.
Triawan, R. et.al. (2010). Membongkar kebijakan narkotika: Catatan kritis terhadap beberapa ketentuan dalam UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika beserta tinjauan konstitusionalitasnya. Jakarta: PBHI-Kemitraan Australia & Indonesia.
Jurnal
Arnold, T. (1955). Due process in trials. The Annals of the American Academy of Political and Social Science, 300, 123-130.
Ilyas, A. (2021, Januari). Praktik penerapan exclusionary rules di Indonesia. Masalah-Masalah Hukum, 50(1), 49-59.
Isaacs, N. (1923). The limits of judicial discretion. The Yale Law Journal, 32(4), 339-352.
Langbroek, P. M., et.al. (2017). Methodology of legal research: Challenges and opportunities. Utrecht Law Review, 13(3), 1-8.
Lee, Y. (2012). Why proportionality matters. University of Pennsylvania Law Review, 160(6), 1835-1852.
Moeliono, T.P., & Wulandari, W. (2015, Oktober). Asas legalitas dalam hukum acara pidana: Kritikan terhadap putusan MK tentang praperadilan. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 22(4), 594-616.
Nursiti & Fakhrullah. (2015, Agustus). Disparitas penjatuhan pidana kurungan pengganti pidana denda dalam putusan kasus narkotika. Kanun Jurnal Ilmu Hukum, 17(2), 303-325.
Packer, H. (1964). Two models of the criminal process. University of Pennsylvania Law Review, 113(1), 1-68. doi:10.2307/3310562.
Pitler, R. (1968, May). “The fruit of the poisonous tree†revisited and shepardized. California Law Review, 56(3), 579-651.
Ramadhan, C. R. (2014). Plead guilty, without bargaining: Learning from China’s “summary procedure†before enacting Indonesia’s “special procedure†in criminal procedure. Pacific Basin Law Journal, 32(1), 77-104.
_____________. (2018). Konvergensi civil law dan common law di Indonesia dalam penemuan dan pembentukan hukum. Mimbar Hukum, 30(2), 213-229.
Rasyidi, A. (2016, September). Legalitas penyidik sebagai saksi dalam pemeriksaan persidangan tindak pidana narkotika (Analisis pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 454 K/Pid.Sus/2011, 1531 K/Pid.Sus/2010, dan 2588 K/Pid.Sus/2010). Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 16(3), 353-369. doi:http://dx.doi.org/10.30641/dejure.2016.V16.353-369.
Sembiring, R., & Adzkia, W. (2015). Memberantas tindak pidana atas satwa liar: Re eksi atas penegakan hukum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990. Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia, 2(2), 49-72. https://doi.org/10.38011/jhli.v2i2.25.
Tamanaha, B. Z. (2007, September). Concise guide to the rule of law. Legal Studies Research Paper No. 07- 0082, 1-20. Available at SSRN: https://ssrn.com/abstract=1012051.
Von Hirsch, A. (1992). Proportionality in the philosophy of punishment. Crime and Justice, 16, 55-98. http://www.jstor.org/stable/1147561.
Sumber lainnya
Huzaini, M. D. P. (2018, Juni 1). Upaya perlindungan terhadap satwa liar dalam RUU KUHP belum maksimal. Diakses dari https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5b10a19554e54/upaya-perlindunganterhadap- satwa-liar-dalam-ruu-kuhp-belum-maksimal/.
Pardede, F. R. (2012). Tinjauan yuridis tentang teknik pembelian terselubung dalam praktik pengumpulan barang bukti pada tahap penyidikan tindak pidana narkotika oleh penyidik Kepolisian Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Skripsi. Depok: FHUI.
Rahmad, R. (2015, Juni). Penegakan hukum: Perdagangan satwa liar dilindung itu terus terjadi. Diakses dari http://www.mongabay.co.id/2015/06/27/penegakan-hukum-perdagangan-satwa-liar-dilindungi-itu-terus-terjadi/.
Published
Issue
Section
License
FORMULIR COPYRIGHT TRANSFER
Naskah ini asli dan penulis mengalihkan Hak Cipta naskah di atas kepada Jurnal Yudisial, jika dan ketika naskah ini diterima untuk dipublikasikan.
Setiap orang yang terdaftar sebagai penulis pada naskah ini telah berkontribusi terhadap substansi dan intelektual dan harus bertanggung jawab kepada publik. Jika di masa mendatang terdapat pemberitahuan pelanggaran Hak Cipta merupakan tanggung jawab Penulis, bukan tanggung jawab Jurnal Yudisial.
Naskah ini berisi karya yang belum pernah diterbitkan sebelumnya dan tidak sedang dipertimbangkan untuk publikasi di jurnal lain.









