DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN TERKAIT LEGALISASI NIKAH BEDA AGAMA
DOI:
https://doi.org/10.29123/jy.v16i3.660Keywords:
disparitas putusan, perkawinan beda agama, pencatatan perkawinanAbstract
Demografi Indonesia sebagai bangsa yang berpenduduk heterogen membuka potensi terjadinya perkawinan lintas agama. Namun keabsahan pernikahan berbeda agama di Indonesia masih menjadi polemik yang dapat diamati dari disparitas putusan pengadilan perihal legalisasi perkawinan berbeda agama. Melalui penelitian ini, ada dua putusan pengadilan yang memutus berbeda mengenai pengesahan perkawinan berbeda agama. Pertama, Putusan Nomor 2/Pdt.P/2022/PN.Mak menerima permohonan pencatatan pernikahan berbeda agama. Kedua, Putusan Nomor 71/Pdt.P/2017/PN.Bla yang menolak permohonan tersebut. Berangkat dari fenomena di atas, studi ini mengkaji penyebab terjadinya disparitas putusan pengadilan dalam mengadili perkawinan berlainan agama. Metode yang dipakai dalam kajian ini berupa penelitian yuridis normatif di mana hasilnya menunjukkan bahwa terjadinya disparitas antara kedua putusan tersebut yang dilatarbelakangi oleh kesamaran norma yang tidak tegas melarang atau mengizinkan pernikahan berbeda agama. Untuk menuntaskan konflik norma terkait perkawinan beda agama perlu dilakukan revisi atas ketentuan Pasal 35 Undang-Undang Administrasi Kependudukan, baik melalui mekanisme judicial review ke Mahkamah Konstitusi maupun perubahan secara menyeluruh oleh DPR. Untuk mencegah disparitas putusan hakim dalam mengadili perkara perkawinan berbeda agama, hakim dalam menilai keabsahan perkawinan harus merujuk pada konstitusi, Undang-Undang Perkawinan, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/PUU-XII/2014 dan Nomor 24/PUU-XII/2022, dan SEMA Nomor 2 Tahun 2023 yang substansinya bahwa pengadilan tidak menerima permohonan pencatatan perkawinan antara mereka yang memiliki perbedaan agama dan kepercayaan.
References
Buku
Ali, Z. (2014). Metode penelitian hukum. Cetakan 5. Jakarta: Sinar Grafika.
Dahwal, S. (2021). Hukum perkawinan beda agama dalam teori dan praktiknya di Indonesia. Cetakan III. Bandung: CV Mandar Maju.
Komisi Yudisial RI [KY RI]. (2014). Disparitas putusan hakim: Identifikasi dan implikasi. Jakarta: Sekjen Komisi Yudisial RI.
Luqman, L. (2002). HAM dalam HAP. Jakarta: Datacom.
Jurnal
Darajat, M. (2021, Juli-Desember). Perkawinan beda agama dan dampaknya terhadap pendidikan anak di Desa Wonorejo Kabupaten Situbondo. Jurnal Fenomena, 20(2), 249-266.
Demak, R. P. K. (2018, Agustus). Rukun dan syarat perkawinan menurut hukum Islam di Indonesia. Jurnal Lex Privatum, VI(6), 122-129.
Dzulfikar, A., & Romdloni, M. A. (2019). Al-Qur’an dan relasi umat beragama: Prinsip dasar harmoni antar umat beragama perspektif Al-Qur’an. Journal of Islamic Civilization, 1(1), 1-16.
Erwinsyahbana, T. (2012). Sistem hukum perkawinan pada negara hukum berdasarkan Pancasila. Jurnal Ilmu Hukum, 3(1), 1-29. DOI: http://dx.doi.org/10.30652/jih.v2i02.1143.
Fajarwati, M. (2017). Validitas Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Peninjauan Kembali dalam perkara pidana ditinjau dari perspektif Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Jurnal Legislasi Indonesia, 14(2), 145-162.
Gulo, N., & Muharram, A. K. (2018). Disparitas dalam penjatuhan pidana. Jurnal Masalah-Masalah Hukum, 47(3), 215-227. DOI: 10.14710/mmh.47.3.2018.215-227.
Hudiana, R. (2020). Tinjauan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi yang Islami. Journal of Islamic Law Studies, 3(1), 1-19.
Kelly. (2020). Upaya yuridis memperkecil disparitas putusan. Jurnal Hukum Adigama, 3(2), 1119-1137.
Kurniawan, M. B. (2018). Penggunaan diskresi dalam pemberian status kewarganegaraan Indonesia terhadap Archandra Thahar ditinjau dari asas pemerintahan yang baik. Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 18(2), 149-162. DOI: http://dx.doi.org/10.30641/dejure.2018.V18.149-162.
Kurniawan, M. B., & Refiasari, D. (2022). Penafsiran makna ”alasan sangat mendesak” dalam penolakan permohonan dispensasi kawin. Jurnal Yudisial, 15(1), 83-98. DOI: https://di.org/10.29123/jy.v15i1.508.
Mursalin, A. (2023). Legalitas perkawinan beda agama: Mengungkap disparitas putusan pengadilan di Indonesia. Undang: Jurnal Hukum, 6(1), 113-150. DOI: 10.22437/ujh.6.1.113-150.
Musyafah, A. A. (2020). Perkawinan dalam perspektif filosofis hukum Islam. Jurnal Crepido, 2(2), 111-122. DOI: https://doi.org/10.14710/crepido.2.2.111-122.
Novenanty, W. M. (2016). Pembatasan hak untuk menikah antara pekerja dalam satu perusahaan. Veritas et Justitia, 2(1), 60-85.
Peremana, I. M. W. A., Dewi, A. A. S. L., & Karma, N. M. S. (2020). Tinjauan yuridis pengajuan permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh jaksa penuntut umum terhadap putusan lepas dari segala tuntutan. Jurnal Preferensi Hukum, 1(2), 99-105. DOI: https://doi.org/10.22225/jph.1.2.2347.99-105.
Santoso. (2016). Hakekat perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan, hukum Islam dan hukum adat. Jurnal Yudisial, 7(2), 412-434.
Shabah, M. A. A. (2020, November). Perkawinan sebagai HAM. Jurnal Maslahah, 11(2), 25-33. DOI: https://doi.org/10.33558/maslahah.v11i2.2623.
Usman, R. (2017, September). Makna pencatatan perkawinan dalam peraturan perundang-undangan perkawinan di Indonesia. Jurnal Legislasi Indonesia, 14(3), 255-274.
Wahdini, M. (2020, Juni). Paradigma simbiotik agama dan negara (Studi pemikiran Ahmad Syafi’i Maarif). Journal of Islamic Law and Studies, 4(1), 17-32.
Waluyo, B. (2020, April). Sahnya perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 2(1), 193-199. DOI: https://doi.org/10.23887/jmpppkn.v2i1.135.
Yuniagara, R. (2020, Agustus). Penggunaan Sema Nomor 7 Tahun 2014 dalam penolakan peninjauan kembali. Jurnal Yudisial, 13(2), 187-206. DOI: https://doi.org/10.29123/jy.v13i2.411.
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2023 Jurnal Yudisial

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
FORMULIR COPYRIGHT TRANSFER
Naskah ini asli dan penulis mengalihkan Hak Cipta naskah di atas kepada Jurnal Yudisial, jika dan ketika naskah ini diterima untuk dipublikasikan.
Setiap orang yang terdaftar sebagai penulis pada naskah ini telah berkontribusi terhadap substansi dan intelektual dan harus bertanggung jawab kepada publik. Jika di masa mendatang terdapat pemberitahuan pelanggaran Hak Cipta merupakan tanggung jawab Penulis, bukan tanggung jawab Jurnal Yudisial.
Naskah ini berisi karya yang belum pernah diterbitkan sebelumnya dan tidak sedang dipertimbangkan untuk publikasi di jurnal lain.









