PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU KEKERASAN SEKSUAL DALAM PERSPEKTIF SISTEM PERADILAN PIDANA

Imron Rosyadi, Syamsul Fatoni

Abstract


ABSTRAK

Sistem peradilan pidana harus mencerminkan nilai keadilan terhadap pemidanaan bagi pelaku kekerasan seksual. Dalam perkara ini, tersangka sebagai pendidik telah melakukan kekerasan yaitu pemaksaan terhadap anak untuk bersetubuh dengannya. Putusan hakim menyatakan terdakwa terbukti melakukan kekerasan seksual berdasarkan Pasal 81 ayat (1), (3) dan (5) jo. Pasal 76D Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. Rumusan masalahnya bagaimanakah pemidanaan terhadap pelaku kekerasan seksual dalam sistem peradilan pidana dikaitkan dengan Putusan Nomor 989/Pid.Sus/2021/PN.Bdg? Metode dalam penelitian ini adalah normatif di mana fokus kajiannya adalah data sekunder sehingga terlihat pertimbangan hakim dalam putusannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemidanaan terhadap terdakwa dalam kasus kekerasan seksual yang pada pokoknya hukuman mati dan pidana lain seperti denda, restitusi dan seterusnya tidak bertentangan dengan hak asasi manusia sesuai UUD NRI 1945 Pasal 28J ayat (2) dan Pasal 28I ayat (1) sehingga hak tersebut tidak absolut (non-derogable rights). Pemidanaan bagi pelakunya, harus diterapkan meskipun selama ini belum mampu memberikan efek jera dan komprehensif dalam penanggulangan tindak pidana, sedangkan hukuman kebiri kimia dan pembayaran restitusi diserahkan kepada terdakwa bertentangan dengan Pasal 67 KUHP. Diperlukan sinkronisasi di antara subsistem peradilan pidana khususnya pengadilan, didukung lembaga terkait sehingga pemidanaannya mencerminkan nilai keadilan sesuai ajaran hukum dan moral untuk kepentingan pelaku, korban serta masyarakat.

Kata kunci: kekerasan; seksual; pemidanaan; sistem peradilan pidana.


ABSTRACT

The criminal justice system must reflect the value of justice in punishing perpetrators of sexual violence. In this case, the suspect, as an educator, had committed violence by forcing the child to have intercourse with him. The judge’s decision stated that the defendant was guilty of committing sexual violence according to Article 81 paragraphs (1), (3), and (5) in conjunction with Article 76D of Law Number 17 of 2016 on the Amendment to Law Number 23 of 2002 on Child Protection in conjunction with Article 65 paragraph (1) of the Criminal Code. The formulation of the problem is: how is the punishment of sexual violence perpetrators in the criminal justice system associated with Decision Number 989/Pid.Sus/2021/PN.Bdg? The method in this research is normative, where the focus of the study is secondary data so that the judge’s consideration in his decision can be seen. The results showed that the punishment for defendants in sexual violence is the death penalty. And other disciplines, such as fines, restitution, and so on, are not contrary to human rights compatible with the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia Article 28J paragraph (2) and Article 28I paragraph (1), so these rights are not absolute (non-derogable rights). Punishment for the perpetrators must be applied even though, so far, it has not been able to provide a deterrent and comprehensive effect in tackling criminal offenses. At the same time, chemical castration and restitution payments are left to the defendant contrary to Article 67 of the Criminal Code. Synchronization between criminal justice sub- systems, especially the courts, supported by related institutions is needed so that the punishment reflects the value of justice compatible with legal and moral teachings for the benefit of the perpetrator, victim, and society.

Keywords: violence; sexual; criminalization/punishment; criminal justice system.


Keywords


violence; sexual; criminalization/punishment; criminal justice system

Full Text:

PDF

References


Buku

Arief, B. N. (2017). Barda Nawawi bunga rampai kebijakan hukum pidana. Jakarta: Prenadamedia Group.

Kamil, A. (2012). Filsafat kebebasan hakim. Jakarta: Kencana.

Marzuki, P. M. (2016). Penelitian hukum. Jakarta: Prenada Media Group.

Mertokusumo, S. (2014). Penemuan hukum sebuah pengantar. Yogyakarta: Cahaya Atma Jaya.

Setyanegara, E. (2013). Kebebasan hakim memutus perkara dalam konteks Pancasila: Tinjauan keadilan substantif. Bandar Lampung: Indepth Publishing.

Sholehuddin, M. (2003). Sistem sanksi dalam hukum pidana. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sutatiek, S. (2013). Rekonstruksi sistem sanksi dalam hukum pidana anak di Indonesia (Urgensi penerbitan panduan pemidanaan (The sentencing guidelinse) untuk hakim anak.

Yogyakarta: Aswaja Pressindo.

Jurnal

Achmad, R. (2013). Hakikat keberadaan sanksi pidana dan pemidanaan dalam sistem hukum pidana. Legalitas, 5(2), 79-104.

Andari, R. N. (2017). Evaluasi kebijakan penanganan kejahatan kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia. Jurnal JIKH, 11(1), 1-11.

Anjari, W. (2015). Penjatuhan pidana mati di Indonesia dalam perspektif hak asasi manusia. Jurnal Widya Yustisia, 1(2), 107-115.

Anugrah, R. (2019). Pemaafan korban ditinjau dari tujuan pemidanan dalam pembaharuan hukum pidana di Indonesia. Jurnal Ilmu Hukum, 8(1), 20-35.

Barlian, A. E. A., & Arief, B. N. (2017). Formulasi ide perma dan hakim (Rechterlijk pardon) dalam pembaharuan sistem pemidanaan di Indonesia. Jurnal Law Reform, 13(1), 28-44.

Darwis, N. (2013). Penegakan hukum untuk memperoleh hak atas keadilan. Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, 3(2), 1-8.

Failin. (2017). Sistem pidana dan pemidanaan di dalam pembaharuan hukum pidana Indonesia. Jurnal Cendekia Hukum, 3(1), 14-31.

Hajairin. (2019). Peradilan pidana prespektif abolisionisme: Kritik terhadap model pemidanaan fisik menuju pemidanaan psikis. Sangaji: Jurnal Pemikiran Syariah dan Hukum, 3(2), 209-224.

Hasuri. (2019). Sistem peradilan pidana berkeadilan melalui pendekatan kontrol dalam proses penegakan hukum. Ajudikasi: Jurnal Ilmu Hukum, 3(2), 167-184.

Hutahaean, B. (2013). Penerapan sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana anak. Jurnal Yudisial, 6(1), 64-79.

Hutajulu, M. J. (2015). Filsafat hukum dalam putusan pengadilan/hakim. Refleksi Hukum, 9(1), 91-99.

Imran. (2019). Pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Jurnal Yudisial, 12(1), 1-15.

Irmawanti, N. D., & Arief, B. N. (2021). Urgensi tujuan dan pedoman pemidanaan dalam rangka pembaharuan sistem pemidanaan hukum pidana. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, 3(2), 217-227.

Juita, S. R., Sihotang, A. P., & Supriyadi. (2020). Penerapan prinsip individualisasi pidana dalam perkara tindak pidana perpajakan. Jurnal Ius Constituendum, 5(2), 271-285.

Kholiq, M. A., & Wibowo, A. (2016). Penerapan teori tujuan pemidanaan dalam perkara kekerasan terhadap perempuan: Studi putusan hakim. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 2(23), 186-205.

Kusuma, J. D. (2016). Tujuan dan pedoman pemidanaan dalam pembaharuan sistem pemidanaan di Indonesia. Jurnal Muhakkamah, 1(2), 94-109.

Luthan, S. (2012). Dialektika hukum dan moral dalam perspektif filsafat hukum. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 4(19), 506-523.

Mulkan, H. (2021). Peranan hakim dalam persidangan perkara pidana sebagai pengubah dan pembaharu hukum pidana. Jurnal Hukum: Samudra Keadilan, 16(2), 305-319.

Nazifah. (2015). Paradigma dalam pola pemidanaan (Dari model penghukuman fisik ke model pembinaan psikis). Jurnal Komunikasi Hukum, 1(1), 55-67.

Nursyamsudin & Samud. (2022). Sistem peradilan pidana teradu (Integreted criminal justice system) menurut KUHAP. Jurnal Mahkamah, 7(1), 149-160.

Noviani P, U. Z., Arifah, R., Cecep., & Humaedi, S. (2018, April). Mengatasi dan mencegah tindak kekerasan seksual pada perempuan dengan pelatihan asertif. Jurnal Penelitian & PPM, 5(1), 48-55.

Paradiaz, R., & Soponyono, E. (2022). Perlindungan hukum terhadap korban pelecehan seksual. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, 4(1), 61-72.

Prila, K. N. (2013). Telaah yuridis oleh judex factie terlalu ringan dalam pemidanaan kekerasan seksual anak (Studi kasus dalam Putusan Mahkamah Agung No. 1518 K/Pid.Sus/2008). Jurnal Verstek, 1(2), 122-131.

Ramadhani, G. S., Arief, B. N., & Purwoto. (2014). Sistem pidana dan tindakan “double track system” dalam hukum pidana di Indonesia. Jurnal Diponegoro Law Review, 1(4), 1-9.

Respationo, H. M. S., & Hamzah, M. G. (2013). Putusan hakim: Menuju rasionalitas hukum refleksif dalam penegakan hukum. Yustisia Jurnal Hukum, 2(2), 101-107.

Salamor, Y. B., & Salamor, A. M. (2022). Kekerasan seksual terhadap perempuan (Kajian perbandingan Indonesia-India). Balobe-Law Journal, 2(1), 7-11.

Sambas, N. (2012). Kebijakan legislasi sistem pemidanaan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap anak di Indonesia. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 19(3), 382-400.

Saraya, S. (2019). Tindak pidana keterbukaan informasi publik di Indonesia sebuah kajian perbandingan sistem pemidanaan di negara asing Thailand dan Jepang. Jurnal Ius Constitutum, 4(2), 128-146.

Saragih, D. J. W. (2014). Kebijakan pidana penjara semur hidup: Analisis yuridis sosiologis dalam kerangka tujuan pemidanaan di Indonesia. Unnes Law Journal, 3(2), 34-41.

Satyayudhadananjaya, N. (2014). Sistem peradilan pidana terpadu (Integreted criminal justice system) dikaji dari perspektif subsistem kepolisian. Vyavahara Duta, 9(1), 87-94.

Utama, R. Y. T., & Saraswati, R. (2021). Independensi dan urgensi restrukturisasi sistem peradilan pidana Indonesia berdasarkan aspek kekuasaan kehakiman. Ajudikasi: Jurnal Ilmu Hukum, 5(1), 53-70.

Wajdi, F., & Imran. (2021). Pelanggaran HAM dan tanggung jawab negara terhadap korban. Jurnal Yudisial, 14(2), 229-246.

Waskito, A. B. (2018). Implementasi sistem peradilan pidana dalam perspektif integrasi. Jurnal Daulat Hukum, 1(1), 287-304.

Sumber lainnya

Ali, M. (2023, Januari 6). MA tetap vonis hukuman mati Herry Wirawan-efek jera pelaku asusila. Diakses dari https://www.liputan6.com/news/read/5172612/headline-ma-tetap-vonis-hukuman-mati-herry-wirawan-efek-jera-pelaku-asusila.

Ayuningtyas, N. (2019, Agustus 29). Bagaimana nasib ganti rugi korban Herry Wirawan. Diakses dari https://www.jawapos.com/opini/22/02/2022/bagaimana-nasib-ganti-rugi-korban-herrywirawan/? page=2.

Fernida, I. (2016, Juni 1). Kebiri kimia: Jalan pintas ala pemerintah. Diakses dari http://www.dw.com/id/kebiri-kimia-jalan-pintas-ala-pemerintah/a-19297093.

Komnas Perempuan. (2022). Peringatan hari perempuan internasional 2022 dan peluncuran catatan tahunan tentang kekerasan berbasis gender terhadap perempuan. Diakses dari https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/peringatan-hari-perempuan-internasional-2022-dan-peluncuran-catatan-tahunan-tentang-kekerasan-berbasis-gender-terhadap-perempuan.

Novita. (2022, Mei 27). Kontroversi hukuman kebiri kimia. Diakses dari https://hot.liputan6.com/read/4049805/kontroversi-hukuman-kebiri-kimia-inikomentar-idi-dan-ahli-urologi.

Putri, W. D. (2015, Oktober 23). Suntik kebiri keluarkan biaya tak murah. Diakses dari http://gayahidup.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/15/10/23/nwo7hd359-suntik-kebiri-keluarkan-biaya-tak-murah.

Ramadhan, D. I. (2022, April 5). Putusan mati hakim PT Bandung terhadap Herry Wirawan singgung soal HAM. Diakses dari https://www.detik.com/jabar/hukum-dan-kriminal/d-6016903/putusan-mati-hakim-pt-bandung-terhadap-herry-wirawan-singgung-soal-ham.

www.bbc.com. (2016). Kebiri IDI dokter. Diakses dari https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/06/160613_indonesia_kebiriidi_dokter.




DOI: http://dx.doi.org/10.29123/jy.v15i3.540

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2023 Jurnal Yudisial

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.