MENGGUGAT HUBUNGAN KONTRAKTUAL SEBAGAI GRATIFIKASI DAN ISU PEMBAYARAN UANG PENGGANTI

Authors

  • Mahrus Ali Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.29123/jy.v15i2.525

Keywords:

gratuity, contractual agreement, replacement money

Abstract

ABSTRAK

Tindak pidana menerima gratifikasi dalam Pasal 12B dan 12C Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ditandai dengan beberapa ciri. Pertama, subjek delik gratifikasi hanya ditujukan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara. Kedua, tidak ada meeting of mind antara pemberi dan penerima gratifikasi. Ketiga, definisi niat jahat dalam tindakan tersebut baru muncul setelah gratifikasi diterima pegawai negeri atau penyelenggara negara. Keempat, dalam tindak pidana gratifikasi berlaku pembalikan pembuktian dan mekanisme pelaporan. Kelima, tidak memungkinkan adanya operasi tangkap tangan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketepatan putusan pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, dan peninjauan kembali yang menyatakan bahwa terdakwa dengan inisial NA terbukti melakukan tindak pidana menerima gratifikasi dan menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti. NA didakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi sehingga merugikan keuangan negara sebesar 4,3 triliun rupiah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penelitian ini memfokuskan analisisnya pada ratio-decidendi putusan-putusan hakim terhadap terdakwa NA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa putusan hakim yang menyatakan NA terbukti melakukan tindak pidana menerima gratifikasi tidak tepat. Perbuatan NA murni merupakan hubungan kontraktual yang masuk ke dalam ranah hukum perdata. Penjatuhan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar 2 miliar 781 juta rupiah juga keliru. Alasannya, NA telah dibebaskan dari dakwaan pertama baik kesatu primair maupun kedua subsidair terkait tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian keuangan negara.

Kata kunci: gratifikasi; hubungan kontraktual; pembayaran uang pengganti.


ABSTRACT

Several criteria distinguish the criminal act of gratification under Articles 12B and 12C of the Corruption Eradication Act. First, the subject is only addressed to civil servants or state administrators. Second, there is no meeting of minds between the gratification giver and recipient. Third, the definition of malicious intent in the act only appears after the gratuity is received by civil servants or state administrators. Fourth, this crime involves shifting the burden of proof and reporting mechanisms. Fifth, it does not allow a sting operation. This study aims to analyze the accuracy of the courts’ decisions at the first instance, appeal, cassation, and extraordinary review levels, which rule that the defendant with the initials NA is guilty of receiving gratuities and impose an additional penalty in the form of the payment of replacement money. This study employs normative legal research methods, focusing its analysis on the rationale of the decisions against NA. The results of the study conclude that the decisions stating NA is guilty of receiving gratuities are inappropriate. NA’s deed is solely a contractual agreement under the jurisdiction of civil law. An additional criminal conviction in the form of the payment of substitute money in the amount of 2 billion and 781 million rupiahs is also erroneous. It is because NA was acquitted of the first indictment, both primary and secondary, related to a corruption crime that causes state financial losses.

Keywords: gratuity; contractual agreement; replacement money.

Author Biography

Mahrus Ali, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Department of Criminal Law

References

Buku

Hadiati, H. (1995). Asas-asas hukum pidana. Ujung Pandang: Lembaga Percetakan dan Penerbitan Universitas Muslim Indonesia.

Hamzah, A. (2008). Hukum acara pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Indonesia Corruption Watch. (2014). Studi tentang penerapan pasal gratifikasi yang dianggap suap pada Undang-Undang Tipikor. Jakarta: Indonesia Corruption Watch.

Khairandy, R. (2013). Hukum kontrak Indonesia dalam perspektif perbandingan. Yogyakarta: FH UII Press.

Muhardiansyah, D., et al. (2010). Buku saku memahami gratifikasi. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.

Setiady, T. (2010). Pokok-pokok hukum penitensier Indonesia. Bandung: Alfabeta.

Termorshuizen, M. (2002). Kamus hukum Belanda Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Jurnal

Akbar, S. (2016). Gratifikasi seksual sebagai bentuk tindak pidana korupsi. Jurnal Ius Kajian Hukum dan Keadilan, 4(3), 486-500.

Budiarti, A., & Novianto, W. T. (2015). Kebijakan formulasi hukum pidana terhadap gratifikasi seks dalam tindak pidana korupsi sebagai upaya pembaharuan hukum pidana. Recidive, 4(3), 254-265.

Eddyono, S. W. (2011). Pembebanan pembuktian terbalik dan tantangannya. Jurnal Legislasi Indonesia, 8(2), 267-280.

Rusadi, F.A.R., Sukinta, & Baskoro, B. D. (2019). Penetapan gratifikasi sebagai tindak pidana korupsi dan pembuktiannya dalam proses peradilan pidana. Diponegoro Law Journal, 8(2), 1145-1165.

Golonggom, M. N., Manopo, B., & Olii, A. (2021). Penegakan tindak pidana suap menurut ketentuan hukum pidana nasional. Lex Crimen, 10(5), 120-130.

Hafrida. (2013). Analisis yuridis terhadap gratifikasi dan suap sebagai tindak pidana korupsi menurut Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Inovatif: Jurnal Ilmu Hukum, 6(7), 1-17.

Hidayat. (2017). Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana suap dalam tindak pidana korupsi. Jurnal Edu Tech, 3(2), 41-53.

Maradona, T. B. (2020). Tindak pidana gratifikasi di Indonesia ditinjau dari aspek budaya hukum. Jurnal Hukum dan Pembangunan Ekonomi, 8(2), 26-39.

Mudzakkir. (2011). Pengadilan tindak pidana korupsi: Tindak pidana biasa penanganannya luar biasa. Jurnal Legislasi Indonesia, 8(2), 297-320.

Oktavianto, R., & Abheseka, N. M. R. (2019). Evaluasi operasi tangkap tangan KPK. Integritas: Jurnal Antikorupsi, 5(2), 117–131. https://doi.org/10.32697/integritas.v5i2.473.

Pebriani, N. P. I, dan Parwata, I.G.N. (2019). Tinjauan terhadap pemberian hadiah dan tindak pidana korupsi. Kertha Wicara, 8(12), 1-17.

Ramadhani, W., Iskandar, S., & Radhali. (2018). Legalitas operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana terhadap Gubernur Aceh. Syiah Kuala Law Journal, 2(3), 455-470.

Sudarti, T. A., Muchtar, S., & Asis, A. (2018). Gugurnya penuntutan atas gratifikasi yang dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Jurnal Ilmu Hukum, 7(2), 178-195.

Sumber lainnya

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2016). Diakses dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/gratifikasi.

Downloads

Published

2023-02-17

How to Cite

Ali, M. (2023). MENGGUGAT HUBUNGAN KONTRAKTUAL SEBAGAI GRATIFIKASI DAN ISU PEMBAYARAN UANG PENGGANTI. Jurnal Yudisial, 15(2), 247–261. https://doi.org/10.29123/jy.v15i2.525

Citation Check