PEMBATALAN PERJANJIAN KARENA KETIADAAN BAHASA INDONESIA
DOI:
https://doi.org/10.29123/jy.v16i1.515Keywords:
bahasa perjanjian, causa halal, reservatio mentalisAbstract
Artikel ini akan membahas permasalahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan dan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia menjadi dasar pembatalan perjanjian-perjanjian yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia, karena dianggap melanggar causa halal sebagai syarat sah perjanjian. Dalam pertimbangan hukum Putusan Nomor 590/PDT.G/2018/PN.Jkt.Pst, hakim merujuk pada pengertian kata “wajib” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dan keterangan ahli untuk menyatakan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 dan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019, perjanjian yang tidak menggunakan bahasa Indonesia menjadi batal demi hukum. Melalui metode studi kasus, artikel ini akan menunjukkan bahwa perjanjian yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia tidak serta merta dinyatakan batal demi hukum. Causa perjanjian pada dasarnya adalah isi perjanjian itu sendiri. Lebih lanjut, peraturan perundang-undangan tersebut juga tidak mengatur sanksi bahwa perjanjian yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia menjadi batal demi hukum. Selain itu, terdapat aspek-aspek yang harus dipertimbangkan untuk menentukan bagaimana jangkauan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 dan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 terhadap keabsahan perjanjian. Dengan demikian keputusan majelis hakim dalam Putusan Nomor 590/PDT.G/2018/PN.Jkt.Pst untuk membatalkan perjanjian jual beli saham dan perjanjianperjanjian terkait lainnya dalam perkara tersebut adalah tidak tepat. Hal ini mengingat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 dan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tidak mengatur sanksi bahwa dalam hal suatu perjanjian tidak dibuat dengan menggunakan bahasa Indonesia, maka perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum.
References
Buku
Budiono, H. (2001). Het evenwichtsbeginsel voor het Indonesisch contractenrecht. Holland: Diss Leiden.
__________. (2015). Asas keseimbangan bagi hukum perjanjian Indonesia (Hukum perjanjian berdasarkan asas-asas wigati). Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Chitty, J., et al. (1860). A treatise on the law of contracts and upon the defences to actions thereon. Springfield: George and Charles Merriam.
Fuady, M. (2002). Pengantar hukum bisnis. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Garner, B. A. (2009). Black’s Law Dictionary. Minnesota: West Publishing Co.
Hartkamp. A. S. (2020). Hukum perikatan: Ajaran umum perjanjian. Terjemahan Setiawan, R. Bandung: Yrama Widya.
Kosasih, J. I. (2019). Kausa yang halal dan kedudukan bahasa Indonesia dalam hukum perjanjian. Cet. 1. Jakarta: Sinar Grafika.
Krasnoff, L., Madrid, N. S., & Satne, P. (Eds.). (2018). Kant›s doctrine of right in the 21st century. Cardiff: University of Wales Press.
Olsen, F. E., Lorz, R. A., & Stein, D. (Eds). (2009). Translation issues in language and law. Hampshire: Palgrave Macmillan.
Prodjodikoro, W. (2017). Asas-asas hukum perjanjian. Cet. 9. Bandung: CV Mandar Maju.
Satrio, J. (2019). Hukum perikatan, perikatan yang lahir dari perjanjian. Cet. 2. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Subekti. (2005). Hukum perjanjian. Cet. 21. Jakarta: Intermasa.
______. (2014). Aneka perjanjian. Cet. 11. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Tiersma, P. M., & Solan, L. M. (Eds). (2012). The Oxford handbook of language and law. New York: Oxford University Press.
Jurnal
Bonthuys, E. (2017). Proving express and tacit universal partnership agreements in unmarried intimate relationships. South African Law Journal, 134(2), 263-273.
Constable, M. (2015). Speaking imperfectly: Law, language, and history. UC Irvine Law Review, 5(2), 349364.
Kamusella, T. D. I. (2001). Language as an instrument of nationalism in central Europe. Nations and Nationalism, 7(2), 235-251.
Kunz, J. L. (1934). The vienna school and international law. New York University Law Quarterly Review, 11(3), 370-422.
Penasthika, P. P. (2019). The mandatory use of national language in Indonesia and Belgium: An obstacle to international contracting? Indonesia Law Review, 9(2), 83-107.
Prentice, R. (2003). Contract-based defenses in securities fraud litigation: A behavorial analysis. University of Illinois Law Review, 2003(2), 337-422.
Roebuck, D. (1992). Language, law and truth. Asia Pacific Law Review, 1(1), 51-63.
Rohanawati, A. N. (2018). Kesetaraan dalam perjanjian kerja dan ambiguitas pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi. Jurnal Yudisial, 11(3), 267-289. DOI: https://doi.org/10.29123/jy.v11i3.307.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
Citation Check
License
Copyright (c) 2023 Jurnal Yudisial
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
FORMULIR COPYRIGHT TRANSFER
Naskah ini asli dan penulis mengalihkan Hak Cipta naskah di atas kepada Jurnal Yudisial, jika dan ketika naskah ini diterima untuk dipublikasikan.
Setiap orang yang terdaftar sebagai penulis pada naskah ini telah berkontribusi terhadap substansi dan intelektual dan harus bertanggung jawab kepada publik. Jika di masa mendatang terdapat pemberitahuan pelanggaran Hak Cipta merupakan tanggung jawab Penulis, bukan tanggung jawab Jurnal Yudisial.
Naskah ini berisi karya yang belum pernah diterbitkan sebelumnya dan tidak sedang dipertimbangkan untuk publikasi di jurnal lain.