LEGAL STANDING LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT ATAU ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM PENGAJUAN PRAPERADILAN
DOI:
https://doi.org/10.29123/jy.v14i3.462Keywords:
legal standing, non-governmental organization, public organization, pre-trialAbstract
ABSTRAK
Praperadilan atas penghentian penyidikan atau penuntutan perkara pidana di Indonesia saat ini dapat diajukan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS) yang bertindak sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 98/PUU-X/2012, LSM/ORMAS yang mengajukan praperadilan harus memiliki kepentingan dan tujuan yang sama dengan masyarakat yang diwakili, yaitu memperjuangkan kepentingan umum. Pada tataran praktis, tidak semua pengajuan praperadilan oleh LSM/ORMAS diterima pengadilan sebagaimana terlihat dalam Putusan Nomor 1/Pid.Prap/2019/PN.Skt dan Nomor 111/Pid.Prap/2017/PN.Jkt.Sel. Rumusan penelitian ini, yaitu bagaimana pertimbangan hakim dalam kedua putusan tersebut? Apakah penafsiran hakim sudah tepat terkait dengan penentuan legal standing LSM/ORMAS? Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian hukum normatif dengan menggunakan data sekunder yang bersumber dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa legal standing LSM/ORMAS dalam pengajuan praperadilan ditentukan oleh tiga hal (syarat), yaitu: harus berbadan hukum, mempunyai kepentingan, dan memiliki kegiatan atau usaha nyata. Di antara ketiga hal (syarat) ini, yang menjadi perdebatan adalah mengenai kriteria kepentingan. LSM/ORMAS menurut hakim dalam Putusan Nomor 111/Pid/Prap/2017/PN.Jkt/Sel harus memiliki kepentingan dan tujuan tertentu serta ada kesamaan dengan perkara yang diajukan praperadilan. Kriteria tersebut tidak digunakan hakim dalam Putusan Nomor 1/Pid.Prap/2019/PN.Skt. Perbedaan ini disebabkan oleh penggunaan metode penyempitan hukum ketika menafsirkan legal standing LSM/ORMAS dalam pengajuan praperadilan.
Kata kunci: legal standing; lembaga swadaya masyarakat; organisasi masyarakat; praperadilan.
ABSTRACT
Pretrial for termination of investigation or prosecution of criminal cases in Indonesia at this time can be submitted by Non-Governmental Organization (NGO) or public organizations acting as interested third parties. According to the Constitutional Court’s Decision Number 98/PUU-X/2012, NGOs or public organizations that apply for pretrials must have the same interests and goals as the people represented, which is to fight for the public interest. On a practical level, not all pretrial submissions by NGOs or public organizations are accepted by the court as seen in the Court Decision Number 1/Pid.Prap/2019/PN.Skt and Number 111/Pid.Prap /2017/PN.Jkt.Sel. This research’s formulation of problem includes: what are the judge’s considerations in the two decisions? Is the judge’s interpretation on the determination of the NGOs or public organizations legal standing applicable? This research is classified as normative legal research using secondary data sourced from primary, secondary, and tertiary legal materials. The results of the study indicate that the legal standing of NGOs or public organizations in pretrial submissions is determined by three preconditions, which include having to be a legal entity, having an interest, and having real activities or businesses. Among the three, what is at issue is the criteria of interest. The NGOs or public organizations according to Court Decision Number 111/Pid/Prap/2017/PN.Jkt/Sel must have certain interests/goals and similarities to the cases submitted in the pretrial. However the judges did not put this criteria into practice in Court Decision Number 1/Pid.Prap/2019/PN.Skt. This difference arises because of the legal narrowing method used when interpreting the legal standing of NGOs or public organizations in pretrial submissions.
Keywords: legal standing; non-governmental organization; public organization; pre-trial.
Â
References
DAFTAR ACUAN
Buku
Hamzah, A. (2014). Hukum acara pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Harahap, M. Y. (2012). Pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP (Pemeriksaan sidang pengadilan, banding, kasasi, dan peninjauan kembali). Jakarta: Sinar Grafika.
Ramiyanto. (2019). Upaya hukum pidana di Indonesia. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Rifai, A. (2010). Penemuan hukum oleh hakim dalam perspektif hukum progresif. Jakarta: Sinar Grafika.
Sidharta, B. A. (2013). Ilmu hukum Indonesia (Upaya pengembangan ilmu hukum sistematik yang progresif terhadap perubahan masyarakat). Yogyakarta: Genta Publishing.
Jurnal
Aditya, D., Yudianto, O., & Setyorini, E. H. (2020). Kedudukan pihak ketiga terhadap permohonan praperadilan. PAJOUL (Pakuan Justice Journal of Law), 1(1), 62–74. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004.
de Freitas, T. F. (2015). Theories of judicial behavior and the law: Taking stock and looking ahead. Judicial Activism, 44, 105–117. https://doi.org/10.1007/978-3-319-18549-1_8.
Gultom, S. S., & Sularto, R. (2016). Ide dasar keseimbangan dalam penetapan status tersangka sebagai objek praperadilan oleh kekuasaan kehakiman di Indonesia. Law Reform, 12(1), 101-120. https://doi. org/10.14710/lr.v12i1.15844.
Gunawan, R. I. (2020). Efektivitas putusan praperadilan terhadap pelaksanaan penyitaan beserta implikasi hukumnya. Ius Poenale, 1(1), 47–58. https://doi.org/10.25041/Ip.v1i1.
Hidayat, A. (2013). Penemuan hukum melalui penafsiran hakim dalam putusan pengadilan. Pandecta (Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang), 8(2), 153-169. https://doi.org/10.15294/pandecta.v8i2.2682.
Manullang, E. F. M. (2019). Penafsiran teleologis/sosiologis, penafsiran purposive dan aharon barak: Suatu refleksi kritis. Veritas et Justitia, 5(2), 262–285. https://doi.org/10.25123/vej.3495.
Mahfud. (2012). Pelaksanaan praperadilan di Pengadilan Negeri Banda Aceh. Kanun: Jurnal Ilmu Hukum, XIV(57), 263–278. https://doi.org/10.24815/kanun.v14i2.6211.
Malarangeng, A. B. (2012). Solusi praperadilan oleh hakim komisaris berdasarkan RUU KUHAP. Pandecta: Research Law Journal, 7(1), 32-45. https://doi.org/10.15294 pandecta.v7i1.2361.
Manan, A. (2013). Penemuan hukum oleh hakim dalam praktik hukum acara di peradilan agama. Jurnal Hukum dan Peradilan, 2(2), 189-202. https://doi.org/10.25216 JHP.2.2.2013.189-202.
Melani. (2014). Disparitas putusan terkait penafsiran Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kajian terhadap 13 Putusan Pengadilan Tipikor Bandung Tahun 2011-2012). jurnal Yudisial, 7(2), 103–116. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.29123/jy.v7i2.82.
Monteiro, J. M. (2018). Teori penemuan hukum dalam pengujian undang-undang dan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Jurnal Hukum Prioris, 6(3), 267-286.
Muda, I. (2016). Penafsiran hukum yang membentuk keadilan legal dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah (Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012). Jurnal Yudisial, 9(1), 37–50. https://jurnal.komisiyudisial.go.id/index.php/jy/article/viewFile/30/28.
Nurhana. (2021). Penjelasan hukum tentang pihak ketiga yang berkepentingan dalam hukum acara pidana di Indonesia. Jurnal Studi Hukum Pidana, 1(1), 24–33.
Prastowo, B. (2012). Permohonan praperadilan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) selaku pihak ketiga terhadap berlarut-larutnya penyidikan. Verstek, 1(1), 23–38. https://jurnal.uns.ac.id/verstek/article/view/38787/25667.
Ramiyanto. (2015). Sah atau tidaknya penetapan tersangka sebagai objek gugatan praperadilan (Kajian Putusan Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel). Jurnal Yudisial, 8(2), 167–189. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.29123jy.v8i2.51.
_________. (2016a). Makna “ahli waris†sebagai subjek pengajuan peninjauan kembali (Kajian Putusan Nomor 97 PK/Pid/Sus/2012). Jurnal Yudisial, 9(1), 51–71. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.29123/jy.v9i1.31.
_________. (2016b). Penjatuhan pidana penjara bersyarat dalam tindak pidana perbankan (Kajian Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014). Jurnal Yudisial, 9(3), 317–338. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.29123/jy.v9i3.14.
Safaat, M. A., Widiarto, A. E., & Suroso, F. L. (2017). Pola penafsiran konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Periode 2003 - 2008 dan 2009 - 2013. Jurnal Konstitusi, 14(2), 234-261. https://doi.org/10.31078/jk1421
Susanti, D. O., & Efendi, A. (2019). Memahami teks undang-undang dengan metode interpretasi eksegetikal. Jurnal Kertha Patrika, 41(2), 141-154.
Utama, D. (2019). Konseptualisasi metode penemuan hukum melalui pendekatan counter accounting. Arena Hukum, 12(3), 423–448. https://doi.org/10.21776/ub.arenahukum.2019.01203.2
Sumber lainnya
IPL. (n.d.). How judges think: The nine theories of judicial behavior no title. Diakses dari https://www.ipl.org/essay/TheTheories-Of-Judicial-Decision-Making-PC8WKWAQU.
Tumonis, V. (2012). Judicial decision-making: Interdisciplinary analysis with special reference to international courts. Diakses dari https://www.semanticscholar.org/paper/Judicial-Decision-Making%3AInterdisciplinary-with-to-Tumonis/a6e9629e6f8d3f54a4d9eaca0f6f22e81c560b92
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
Citation Check
License
FORMULIR COPYRIGHT TRANSFER
Naskah ini asli dan penulis mengalihkan Hak Cipta naskah di atas kepada Jurnal Yudisial, jika dan ketika naskah ini diterima untuk dipublikasikan.
Setiap orang yang terdaftar sebagai penulis pada naskah ini telah berkontribusi terhadap substansi dan intelektual dan harus bertanggung jawab kepada publik. Jika di masa mendatang terdapat pemberitahuan pelanggaran Hak Cipta merupakan tanggung jawab Penulis, bukan tanggung jawab Jurnal Yudisial.
Naskah ini berisi karya yang belum pernah diterbitkan sebelumnya dan tidak sedang dipertimbangkan untuk publikasi di jurnal lain.