KETIDAKCERMATAN HAKIM BERUJUNG PADA DISPARITAS PUTUSAN
DOI:
https://doi.org/10.29123/jy.v9i1.28Keywords:
state-owned enterprise, bankruptcy, state assets, decision disparity, general confiscationAbstract
ABSTRAK
Hakim yang memeriksa kasus kepailitan atas empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk persero diharapkan dapat memutus secara tepat. Namun,
muncul disparitas putusan karena ketidakcermatan hakim dan hal tersebut menarik untuk lebih ditelusuri. Melalui penelitian yuridis normatif ini, ketidakcermatan hakim terlihat saat menyatakan bahwa BUMN tidak dapat dipailitkan selain oleh Menteri Keuangan karena menganggap persero termasuk dalam kategori “tidak terbagi atas saham†yang pada dasarnya merujuk pada
perum, sehingga persero yang pada dasarnya memiliki modal yang “terbagi atas saham†dapat dipailitkan oleh kreditornya. Ketidakcermatan hakim lainnya
ialah tidak dapat dilakukan sita umum atas BUMN karena merupakan kekayaan negara, padahal menurut Fatwa Mahkamah Agung bahwa kekayaan negara
dalam BUMN merupakan kekayaan terpisah dan telah menjadi harta BUMN. Hakim pun tidak cermat dalam memperhatikan fakta di persidangan dalam salah satu
kasus dengan menyatakan bahwa perseroan tidak terbagi atas saham dan bertujuan untuk kepentingan publik padahal dalam anggaran dasar perseroan tersebut telah disebutkan bahwa perseroan terbagi atas saham dan memiliki tujuan mencari keuntungan. Dengan demikian, disparitas putusan terjadi karena hakim banyak melakukan kekeliruan dalam: (i) menganalisis ketentuan
terkait kepailitan terhadap BUMN; (ii) memahami hak dalam memohon pailit terhadap persero; dan (iii) dalam memeriksa fakta yang terungkap di persidangan.
Kata kunci: badan usaha milik negara, kepailitan, kekayaan negara, disparitas putusan, sita umum.
Â
ABSTRACT
Judges examining the cases of bankruptcy of four stateowned enterprises (SOEs) in the form of limited liability company (PT persero), are expected to rule the case truthfully. However, due to such an inaccuracy of the judges, there seems to be disparities in their decisions, which is interesting to further explore. In the analysis using normative juridical research, the judges look less scrupulous by stating that SOE cannot be bankrupted by
other than the Minister of Finance, and considering that the company’s capital is categorized as, “not divided into shares,†referring principally to a corporation, thus
a company which basically has a capital “divided into shares†could be bankrupted by the creditors. General confiscation on SOE cannot be performed because the object of confiscation is state assets, which is in contrast to Fatwa of the Supreme Court stating that the state asset in SOEs constitute its own separate assets and have become the property of SOE. This also underlines another inaccuracy of the judges in resolving this case. The judges did not wisely consider the facts in the trial in one case by stating that the company’s capital is not divided into shares and aimed for public benefit, while in
the articles of association it is specified that the capital is divided into shares with the motive of profit-seeking. And is therefore, disparities in court decisions occur because many judges make mistakes in: (i) analyzing relevant provisions of bankruptcy for state enterprises; (ii) understanding the rights in companies filing for bankruptcy; and (iii) checking the facts revealed in the court.
Keywords: state-owned enterprise, bankruptcy, state assets, decision disparity, general confiscation.
References
Asikin, Z. (2010). Hukum kepailitan dan penundaan
pembayaran di Indonesia. Mataram: Rajawali Pers.
Fuady, M. (2010). Hukum pailit dalam teori dan praktik. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Hartini, R. (2005). Hukum kepailitan. Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiah.
Lontoh, R.A. (2012). Hukum kepailitan: Penyelesaian
utang piutang melalui pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang. D. Kailimang & B. Pontoh (Eds). Bandung: Alumni.
Manik, E. (2012). Cara mudah memahami proses kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang (Dilengkapi dengan studi kasus kepailitan). Bandung: Mandar Maju.
Muljadi, K., & Widjaja, G. (2011). Pedoman menangani perkara kepailitan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mulyadi, L. (2010). Perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) teori dan praktik. Bandung: Alumni.
Nating, I. (2011). Peranan dan tanggung jawab kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Nurdin, A. (2012). Kepailitan BUMN persero berdasarkan asas kepastian hukum. Bandung: Alumni.
Shubhan, H. (2013). Hukum kepailitan: Prinsip, norma, dan praktik di peradilan. Jakarta: Kencana.
Sinaga, S. (2012). Hukum kepailitan Indonesia. Jakarta: Tatanusa.
Sjahdeini, S.R. (2010). Hukum Kepailitan: Memahami Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan. Jakarta: Pustaka Umum Grafiti.
Sunarmi. (2010). Prinsip keseimbangan dalam hukum kepailitan di Indonesia. Jakarta: PT Sofmedia.
Sutedi, A. (2010). Hukum keuangan negara. Jakarta: Sinar Grafika.
Usman, R. (2012). Dimensi hukum kepailitan di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Widjaja, G. (2012). Risiko hukum dan bisnis: Perusahaan pailit. Jakarta: Swadaya.
Yani, A., & Widjaja, G. (2012). Seri hukum bisnis dan kepailitan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
Citation Check
License
FORMULIR COPYRIGHT TRANSFER
Naskah ini asli dan penulis mengalihkan Hak Cipta naskah di atas kepada Jurnal Yudisial, jika dan ketika naskah ini diterima untuk dipublikasikan.
Setiap orang yang terdaftar sebagai penulis pada naskah ini telah berkontribusi terhadap substansi dan intelektual dan harus bertanggung jawab kepada publik. Jika di masa mendatang terdapat pemberitahuan pelanggaran Hak Cipta merupakan tanggung jawab Penulis, bukan tanggung jawab Jurnal Yudisial.
Naskah ini berisi karya yang belum pernah diterbitkan sebelumnya dan tidak sedang dipertimbangkan untuk publikasi di jurnal lain.