MENYOAL PENAFSIRAN TANAH TELANTAR
DOI:
https://doi.org/10.29123/jy.v11i1.168Keywords:
determination decree, derelict land, court decisionAbstract
ABSTRAK
Putusan Nomor 24/G/2013/PTUN.JKT merupakan putusan mengenai pembatalan keputusan penetapan tanah telantar yang berasal dari Hak Guna Usaha (HGU) atas nama PT SMG. Pokok sengketa yang menjadi perdebatan dan tafsir dalam gugatannya adalah pengertian tanah telantar dan mengenai surat peringatan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Telantar serta implikasi pasca pembatalan surat keputusan penetapan tanah telantar oleh pengadilan tata usaha negara. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penafsiran pengertian tanah telantar dan penafsiran mengenai surat peringatan dalam Putusan Nomor 24/G/2013/PTUN.JKT, serta apa implikasi pembatalan surat keputusan penetapan tanah telantar pasca Putusan Nomor 24/G/2013/PTUN.JKT? Melalui metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan studi kasus dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan penafsiran mengenai pengertian tanah telantar terkait dengan frase “dengan sengaja†dan “tidak sengaja,†majelis hakim berpendapat bahwa hambatan pemanfaatan tanah karena menunggu proses permohonan pelepasan kawasan hutan dan permasalahan tata ruang serta kendala terhadap pembebasan lahan dan proses ganti rugi disimpulkan sebagai unsur ketidaksengajaan. Implikasi pembatalan surat keputusan penetapan tanah telantar adalah tidak dapat didayagunakan untuk kepentingan masyarakat dan negara.
Kata kunci: surat keputusan penetapan, tanah telantar, putusan pengadilan.
Â
ABSTRACT
Decision of State Administrative Court Number 24/G/2013/PTUN.JKT constitutes a ruling of the revocation of a derelict land settlement agreement derived from Cultivation Rights on behalf of SMG Company. The subject of the dispute debated in the interpretation of the lawsuit is the definition of derelict land and warning letters, as regulated in Article 8 of Government Regulation Number 11 of 2010 regarding Policies and Utilization of Derelict Land and the implications of post-revocation of derelict land stipulated decree by the Administrative Court. The formulation of the problem in this research is the interpretation of derelict land definition and warning letters in the Administrative Court Decision Number 24/G/2013/PTUN.JKT, as well as the implication of revocation of derelict land settlement agreement after the court decision issuance. Through normative legal research method with case study approach, it can be underlined that there is difference in interpretation of the definition of derelict land related to the phrase “intentionally†and “unintentionallyâ€, in which the judges argue that barriers to land utility are the still-in-process request of forest areas acquisition, spatial problems and constraints to land acquisition, as well as the compensation process concluded as an element of inadvertence. The revocation of the settlement agreement makes it impossible to use the derelict land for benefit of the people and the state.
Keywords: determination decree, derelict land, court decision.
References
Astina. (1997). Studi tanah telantar di Kotamadya Daerah Tingkat II Padang Provinsi Sumatera Barat. Skripsi. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional.
Hadjon, P. M. (2008). Pengantar hukum administrasi Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Harsono, B. (2007). Hukum agraria Indonesia sejarah pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, isi & penjelasannya. Edisi Revisi. Jakarta: Djambatan.
Ismail, N. (2012, April). Arah politik hukum pertanahan & perlindungan kepemilikan tanah masyarakat: Political direction of land law & protection of people’s land ownership. Jurnal Rechtsvinding, 1 (1), 33-51.
Kantor Staf Kepresidenan. (2016, April). Strategi nasional pelaksanaan Reforma Agraria 20162019. Jakarta: Arahan dari Kantor Staf Presiden.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. (2017, Mei 17). Rapat Koordinasi Reforma Agraria & Perhutanan Sosial. Bahan tanyang. Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA). (2016). Catatan akhir tahun 2016 Konsorsium Pembaruan Agraria: Liberalisasi agraria diperhebat, reforma agraria dibelokkan. Jakarta: Konsorsium Pembaharuan Agraria.
Matutu, M. D. et al. (2004). Mandat, delegasi, atribusi & implementasinya di Indonesia. Yogyakarta: UII Press.
Muhammad, A. (2004). Hukum & penelitian hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Parlindungan, A. P. (1990). Berakhirnya hak-hak atas tanah menurut sistem UUPA. Bandung: Mandar Maju.
Sodiki, A. (2013). Politik hukum agraria. Jakarta: Konstitusi Press.
Soetiknjo, I. (1983). Politik agraria nasional; Hubungan manusia dengan tanah yang berdasarkan Pancasila. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Suryanto, B. (2017, April 19). Percepatan penyediaan tora & pelaksanaan reforma agraria (Redistribusi tanah). Bahan tayang. Jakarta: Direktorat Jenderal Penataan Agraria.
Tauhiid, M. (2009). Masalah agraria sebagai masalah penghidupan & kemakmuran rakyat Indonesia. Yogyakarta: STPN Press.
Vollenhoven, C. V. (1975). De Indonesier en zijngrond. Orang Indonesia & Tanahnya. Soewargono (Ed.). Jakarta: Pusat Pendidikan Dalam Negeri.
Winoto, J. (2007). Reforma agraria: Mandat politik, konstitusi & hukum dalam rangka mewujudkan tanah untuk keadilan & kesejahteraan rakyat. Jakarta: Badan Pertanahan Nasional (BPN).
________. (2010, April 19). Tanah telantar untuk rakyat. Diambil dari wawancara yang dilakukan Majalah GATRA. Jakarta: Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Wiradi, G. (2000). Reforma agraria, perjalanan yang belum berakhir. Yogyakarta: Insist Pess, KPA, dan Pustaka Pelajar.
Zakaria, R. Y. et al. (2001). Mensiasati otonomi daerah demi pembaharuan agraria. Bandung: Konsorsium Pembaruan Agraria.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
Citation Check
License
FORMULIR COPYRIGHT TRANSFER
Naskah ini asli dan penulis mengalihkan Hak Cipta naskah di atas kepada Jurnal Yudisial, jika dan ketika naskah ini diterima untuk dipublikasikan.
Setiap orang yang terdaftar sebagai penulis pada naskah ini telah berkontribusi terhadap substansi dan intelektual dan harus bertanggung jawab kepada publik. Jika di masa mendatang terdapat pemberitahuan pelanggaran Hak Cipta merupakan tanggung jawab Penulis, bukan tanggung jawab Jurnal Yudisial.
Naskah ini berisi karya yang belum pernah diterbitkan sebelumnya dan tidak sedang dipertimbangkan untuk publikasi di jurnal lain.