PENCABUTAN HAK POLITIK TERPIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

Penulis

  • Warih Anjari Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jl. Sunter Podomoro Jakarta Utara 14350

DOI:

https://doi.org/10.29123/jy.v8i1.37

Kata Kunci:

corruption, retraction of political rights, human rights

Abstrak

ABSTRAK
Penerapan pidana merupakan sarana penal mencegah terjadinya tindak pidana. Penjatuhan pidana tidak boleh bertentangan dengan ketentuan nasional maupun
internasional. Penjatuhan pidana merupakan kewenangan hakim. Penjatuhan pidana tambahan pencabutan hak politik bagi terpidana korupsi tercantum dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 537K/Pid.Sus/2014, dan Nomor 1195K/Pid.Sus/2014 adalah pelaksanaan dari sarana penal. Penerapannya tidak dibatasi jangka waktu seperti diatur dalam Pasal 38 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Akibatnya terjadi kontroversi dengan HAM sedangkan kejahatan yang dilakukan adalah tindak pidana korupsi. Hak memilih dan dipilih adalah salah satu hak asasi manusia yang harus dijaga keberlangsungannya. Masalah dalam paper ini adalah 1) Mengapa diperlukan penerapan pidana pencabutan hak politik bagi terpidana tindak pidana korupsi?; dan 2) Bagaimana kriteria penerapan pidana pencabutan hak politik bagi terpidana tindak pidana korupsi dalam perspektif HAM? Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundangundangan dan kasus. Kesimpulannya adalah terdapat keurgensian penerapan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik dengan kriteria korupsi dilakukan oleh penyelenggara negara yang memiliki akses politik dan pemegang jabatan eksekutif, serta akibat korupsi menyengsarakan rakyat. Penerapannya harus ada pembatasan waktu pencabutan hak politik terpidana.

Kata kunci: korupsi; pencabutan hak politik; hak asasi manusia.

 

ABSTRACT
The implementation of penal facility is aimed to prevent criminal acts. Imposing penal facility is one of the authorities of judges and shall not be incompatible with both national and international law. One of the implementation of penal facilities is imposing an additional penalty of retraction of a corruptor’s political rights as contained in the Decision Number 537K/Pid.Sus/2014 and Number 1195K/Pid.Sus/2014. The application is not time constrained as provided on Article 38 of the Criminal Code. As a result, there is a controversy from the viewpoint of human rights, as the crime committed is corruption. The right to vote and be elected is one of the human rights that must be preserved. The questions discussed in this analysis are: 1) why is the implementation of penal policy of
retraction of a corruptor’s political rights necessary?; and 2) what are the criteria of the implementation of penal policy of retraction of corruptor’s political rights in the perspective of human rights? The analysis uses normative research method by legislation and study case approach. In brief, there is an urgency of implementing additional penalty of retraction of political rights when the criminal act is detrimental to the public welfare, such
like the crime of corruption committed by state officials who have access to political and executive incumbents. More to the point, there should be a set time limitation of the convict’s retraction of the political rights in the implementation.

Keywords: corruption; retraction of political rights; human rights.

Referensi

Arief, B.N. (2002). Bunga rampai kebijakan hukum pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Budiardjo, M. (2009). Dasar-dasar ilmu politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Davidson, S. (2008). Hak asasi manusia. Jakarta: Grafiti.

El-Muhtaj, M. (2005). Hak asasi manusia dalam konstitusi Indonesia. Jakarta: Kencana.

__________. (2008). Dimensi-dimensi ham mengurai hak ekonomi, sosial, dan budaya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Faqih, M. (2013). Problematika pembaruan hukum pidana nasional memaafkan terpidana dalam paradigma negara hukum. Jakarta: Komisi Hukum Nasional.

Fauzi, A. (2014). Membuat kapok koruptor. Kompas, 8 Oktober 2014.

Hamzah, A. (1991). Catatan tentang perbandingan hukum pidana. Jakarta: Sinar Grafika.

Harahap, A. B., & Sutardi, N. (2006). Hak asasi manusia dan hukumnya. Jakarta: Perhimpunan Cendikiawan Independen Republik Indonesia.

Kamri, A. (2005). Korupsi, pidana mati dan HAM sekilas tinjauan sistem peradilan pidana, dalam hak asasi manusia, hakekat, konsep dan implikasinya dalam perspektif hukum dan

masyarakat (Muladi ed.). Bandung: Refika Aditama.

Kelsen, H. (2007). Teori hukum umum dan negara. Jakarta: BEE Media Indonesia.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (2006). Memahami untuk membasmi. Buku saku untuk memahami tindak pidana korupsi. Jakarta: KPK Republik Indonesia.

Kompas.com. (2014, 19 September). Diakses dari www.nasional.kompas.com/read/2014/09/19/13543051/hak politiknya dicabut lutfi hasan merasa masih jadi king

maker.

__________. (2012, 3 Oktober). Diakses dari www.nasional.kompas.com/read/2012/10/03/08411271/.

Kompasiana.com. (2011, 18 Mei). Diakses dari www.kompasiana.com/2011/05/18/korupsi-superextra-ordinary-crime-363793.html.

Langkun, TS. (2014). Inkonsistensi putusan tipikor, pencabutan hak politik seharusnya relevan untuk anas. Kompas, 26 September 2014, 4.

Liputan6.com. (2014, 16 September). Diakses dari www.m.liputan6.com/news/read/2106013/kpksyukuri-putusan-ma-perberat-vonis-lhi.

Mardenis. (2013). Kontemplasi dan analisis terhadap klasifikasi dan politik hukum penegak ham di Indonesia. Jurnal Rechtsvinding, 2(3), 437-451.

Marzuki, P.M. (2006). Penelitian hukum. Jakarta: Kencana.

Muladi & Arief, B.N. (1992). Teori dan kebijakan pidana. Bandung: Alumni.

Muladi, (1990, 24 Februari). Proyeksi hukum pidana materiil Indonesia di masa mendatang (Pidato pengukuhan guru besar ilmu hukum pidana tidak dipublikasikan). Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

__________. (2002). Lembaga pidana bersyarat. Bandung: Alumni.

Rahardjo, S. (2006). Hukum dalam jagad ketertiban. Jakarta: UKI Press.

__________. (2006). Membedah hukum progresif. Jakarta: Kompas.

Ravena, Dey. (2012). Wacana konsep hukum progresif dalam penegakan hukum Indonesia, dalam wajah hukum pidana asas dan perkembangan (Nuraeny, Henny ed.). Jakarta: Gramata Publishing.

Soekanto, S. (2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Jakarta: Raja Grafindo.

Soekanto, S., & Mamudji, S. (2011). Penelitian hukum normatif suatu tinjauan singkat. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa.

Wignjosoebroto, S. (2013). Hukum dalam masyarakat. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Yamin, M. (2012). Tindak pidana korupsi. Bandung: Pustaka Setia.

Diterbitkan

2015-04-05

Cara Mengutip

PENCABUTAN HAK POLITIK TERPIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA. (2015). Jurnal Yudisial, 8(1), 23-44. https://doi.org/10.29123/jy.v8i1.37