KONFLIK KEWENANGAN ABSOLUT PENGADILAN AKIBAT PENENTUAN POKOK SENGKETA YANG BERBEDA

Authors

  • Harijah Damis Pengadilan Agama Kelas I A Lamongan, Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.29123/jy.v11i1.20

Keywords:

grant, inheritance, authority, judiciary, subject matter dispute

Abstract

ABSTRAK

Putusan Nomor 454/PDT.G/2005/PA.LMG menarik untuk dianalisis karena dua hal. Pertama, terkait dengan titik singgung kewenangan mengadili sengketa hibah/waris pada dua lembaga peradilan dengan adanya Putusan Nomor 163/PDT.G/2008/PT.SBY, dan kedua, tidak ada amar bersifat condemnatoir pada putusan tersebut. Adanya dua putusan pada dua lembaga peradilan yang saling berlawanan terhadap objek dan subjek yang sama menyebabkan penyelesaian perkara ini belum berakhir hingga kini dan tidak adanya kepastian hukum bagi masyarakat pancari keadilan walaupun perkara ini telah melalui proses panjang (sejak tahun 2005 sampai saat ini di tahun 2017). Untuk menganalisis masalah tersebut, ada dua masalah pokok yang diangkat dalam penelitian ini. Apakah pertimbangan hukum pengadilan negeri dalam menerima dan mengadili perkara ini dapat dibenarkan menurut kompetensi absolut yang dimilikinya? Apakah asas ne bis in idem dapat diterapkan dalam hal pengadilan negeri mengadili perkara yang sudah diputus oleh pengadilan agama? Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pokok sengketa yang harus diangkat oleh pengadilan negeri maupun pengadilan agama adalah keabsahan hibah dengan jalan pewarisan. Asas ne bis in idem tidak dapat diterapkan oleh pengadilan negeri dalam mengadili perkara tersebut karena putusan pengadilan agama belum berkekuatan hukum tetap.

Kata kunci: hibah, waris, kewenangan, peradilan, pokok sengketa.

 

ABSTRACT

Court Decision Number 454/PDT.G/2005/PA.LMG is thought-provoking to examine for two things. Firstly, it is related to the authority tangency point in adjudicating grant/heir disputes at two judicial institutions with the Court Decision Number 163/PDT.G/2008/PT.SBY, and secondly, the ruling of the decision is not condemnatory. Two decisions on two opposing jurisdictions against the same object and subject cause the case to remain unresolved until now. There is no legal certainty for the justice seekers, although the case has gone through a long process (since 2005 until now in 2017). To analyze the problem, there are two main issues elaborated in this study. Could the legal considerations of a district court in accepting and adjudicating cases be justified according to their absolute competence? Could the principle of nebis in idem be applied in the case of a district court adjudicating a case which has been decided by a religious court? This research uses normative legal research methods. The results of the study indicate that the subject of the dispute that should be examined by the district court as well as the religious court is the validity of the grant through inheritance. The district court cannot apply the nebis in idem principle in the proceedings as the decision of the religious court has not been permanently enforced.

Keywords: grant, inheritance, authority, judiciary, subject matter dispute.

References

Alim, M. (2013). Beberapa perlakuan diskriminatif terhadap peradilan agama. Varia Peradilan, 335, 37-42.

Anshoruddin, et al. (2016). Teknik pemeriksaan perkara gugat waris bagi hakim pengadilan agama. Cetakan I. Yogyakarta: UII Press.

Dirjen Badilag. (2014). Pedoman pelaksanaan tugas & administrasi peradilan agama. Jakarta: Dirjen Badilag.

____________. (2015). Himpunan peraturan perundang-undangan di lingkungan peradilan agama. Jakarta: Dirjen Badilag.

Ibrahim, M. Y. (2014). Impelentasi asas ne bis in idem dalam perkara yang telah memiliki kekuatan hukum tetap yang digugat kembali dengan sengketa objek yang sama tetapi subjek yang berbeda. Diakses dari https://jurnal.unars.ac.id/ artikel/2014-09-19.

Islamey, C. et al. (2012). Asas ne bis in idem. Diakses dari https://0imfh2013.files.wordpres. com/2014/08.

Kamil, A. (2016). Filsafat kebebasan hakim. Cetakan II. Jakarta: Predanamedia Group.

Manan, B. (2015). Penafsiran & konstruksi hukum terhadap undang-undang dalam lingkungan peradilan agama di Perancis. Varia Peradilan, 355, 7-30.

Manan, H. A. (2001). Penerapan hukum acara perdata di lingkungan peradilan agama. Cetakan II. Jakarta: Yayasan Al-Hikmah.

Mappiasse, S. (2015). Logika hukum pertimbangan hakim. Jakarta: Prenadamedia Group.

Nessa, R. et al. (2016). Membumikan hukum acara peradilan agama di Indonesia. Cetakan I. Jakarta: UII Press.

Qohar, A. et al. (2011). Hukum kewarisan Islam, keadilan & metode praktis penyelesaiannya. Cetakan I. Yogyakarta: Pustaka Biru.

Ramulyo, I. (1992). Perbandingan hukum kewarisan Islam di pengadilan agama & kewarisan menurut Undang-Undang Hukum Perdata (BW) di pengadilan negeri. Cetakan I. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.

Wirhanuddin. (2014). Mediasi perspektif hukum Islam. Semarang: Fatawa Publishing.

Downloads

Published

2018-04-26

How to Cite

Damis, H. (2018). KONFLIK KEWENANGAN ABSOLUT PENGADILAN AKIBAT PENENTUAN POKOK SENGKETA YANG BERBEDA. Jurnal Yudisial, 11(1), 75–89. https://doi.org/10.29123/jy.v11i1.20

Citation Check