PENAFSIRAN MAKNA “ALASAN SANGAT MENDESAK” DALAM PENOLAKAN PERMOHONAN DISPENSASI KAWIN

Muhamad Beni Kurniawan, Dinora Refiasari

Abstract


ABSTRAK

Riset Australia – Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ 2) tahun 2019 menyatakan bahwa 99% permintaan dispensasi kawin di pengadilan dikabulkan oleh hakim. Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, apabila pernikahan hendak dilakukan bagi pria dan wanita yang belum berusia 19 tahun maka orang tua pihak pria dan/atau wanita dapat meminta dispensasi kepada pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup. Namun, terdapat pula putusan pengadilan yang menolak permintaan dispensasi kawin contohnya adalah Putusan Nomor 0127/Pdt.P/2021/PA.Kr. Pemohon mengajukan permintaan dispensasi kawin dengan dasar alasan yang sangat mendesak. Pihak wanita yang baru berusia 12 tahun telah berpacaran selama enam bulan dengan pihak pria yang berusia 30 tahun sehingga perlu dikawinkan untuk menghindari perzinahan. Hakim Pengadilan Agama Krui menolak permintaan tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini menganalisis penafsiran hakim terhadap makna “alasan sangat mendesak” dalam menolak permintaan dispensasi kawin. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menelaah dokumen-dokumen hukum yang relevan mengenai dispensasi kawin. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa hakim menggunakan metode penafsiran gramatikal, penafsiran historis, dan penafsiran autentik terhadap makna “alasan sangat mendesak.” Permintaan dispensasi kawin pada kasus ini tidak sesuai dengan prinsip maqasid syariah, perlindungan terhadap kesehatan dan psikologis anak, tidak beralasan, tidak memenuhi kriteria alasan mendesak dan tidak didukung oleh bukti-bukti yang cukup di persidangan.

Kata kunci: dispensasi kawin; alasan mendesak; penafsiran hukum.


ABSTRACT

Research conducted by Australia – Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ 2) in 2019 showed that 99% of motions of marriage dispensation submitted to the courts were granted by judges. Provision of Article 7 paragraph (2) of Law Number 16 of 2019 on Amendments to Law Number 1 of 1974 on Marriage stipulates that if men and women who are under 19 years old would like to marry, the parents of the men and/or the women can le a motion of marriage dispensation to the courts on the ground of imperative reason accompanied by suf cient supporting evidence. Nevertheless, there is a decision that denies the marriage dispensation motion for example Decision Number 0127/ Pdt.P/2021/PA.Kr. The Petitioner led a marriage dispensation motion to the court on the ground of imperative reason. A 12-year-old-girl and a 30-year-old man had been dating for six months. They needed to be married to avoid fornication. A judge of the Krui Religious District Court denied the motion. According to that background, this research analyzes the judge’s interpretation of ‘imperative reason’ meaning. This research applies a normative juridical method by assessing the legal documents concerning marriage dispensation. The result displays that the judge applies grammatical, historical, and authentic interpretations to the meaning of ‘imperative reason.’ In this case, the motion of marriage dispensation does not follow the principles of maqasid sharia, protection of children’s health and psychology, is unreasonable, does not meet the criteria of imperative reason, and is not supported by suf cient evidence at the trial.

Keywords: marriage dispensation; imperative reason; legal interpretation.


Keywords


marriage dispensation; imperative reason; legal interpretation

Full Text:

PDF

References


Buku

AIPJ2. (2020). Pedoman mengadili permohonan dispensasi kawin. Jakarta: Mahkamah Agung Republik Indonesia Bersama Indonesia Judicial Research Society (IJRS) dengan dukungan Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2).

Indrati S, M. F. (2007). Ilmu perundang-undangan 1: Jenis, fungsi, dan materi muatannya. Yogyakarta: Kanisius.

Soekanto, S., & Mamudji, S. (2006). Penelitian hukum normative: Suatu tinjauan singkat. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Sudarsono. (1992). Kamus hukum. Jakarta: PT Rineka Cipta.

United Nations Children’s Fund [UNICEF], Badan Pusat Statistik [BPS], & Center On Child Protection and Wellbeing [PUSKAPA]. (2020). Pencegahan perkawinan anak (Percepatan yang tidak bisa ditunda). Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas.

Walgito, B. (2000). Bimbingan dan konseling perkawinan. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologis UGM.

Jurnal

Alfina, R., Akhyar, A., & Matnuh, H. (2016, November). Implikasi psikologis pernikahan usia dini studi kasus di Kelurahan Karang Taruna Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 6(2), 1021-1032.

Ardiansyah. (2020, Desember). Penafsiran hukum tentang pengikatan perjanjian jual beli berdasarkan surat keterangan tanah. Jurnal Yudisial, 13(4), 289-309.

Arianto, H. (2019, April). Peran orang tua dalam upaya pencegahan pernikahan dini. Jurnal Lex Jurnalica, 16(1), 38-43.

Aristoni, A. (2021). Kebijakan hukum perubahan batasan minimal umur pernikahan perspektif hukum Islam. Jurnal USM Law Review, 4(1), 393-413.

Fadhilah. (2021, Januari-Juni). Dispensasi kawin di Mahkamah Syariyah pasca lahirnya Perma No. 5 Tahun 2019. Shibghah Journal of Muslim Societies, 3(1), 64-83.

Hamzah. (2019, Juni). Telaah maqasid syariah terhadap Putusan MK No. 22/PUU-XV/2017 tentang Batas Usia Nikah. Jurnal Al-SYAKHSHIYYAH, 1(1), 62-84.

Ilma, M. (2020, Desember). Regulasi dispensasi dalam penguatan aturan batas usia kawin bagi anak pasca lahirnya UU No. 16 Tahun 2019. Jurnal Al-Manhaj, 2(2), 133-166.

Isnantiana, N. I. (2017, Juni). Legal reasoning hakim dalam pengambilan putusan perkara di pengadilan. Jurnal Pemikiran Islam Islamadina, XVIII(2), 41-56.

Judiasih, S. D., Dajaan, S. S., & Nugroho, B. D. (Juni, 2020). Kontradiksi antara dispensasi kawin dengan upaya meminimalisir perkawinan bawah umur di Indonesia. Acta Diurnal Jurnal Ilmu Hukum Kenoktariatan, 3(2), 202-233.

Judiasih, S. D., Dajaan, S. S., Afriana, A., & Yuanitasari, D. (2017, Desember). Dispensasi pengadilan: Telaah penetapan pengadilan atas permohonan perkawinan di bawah umur. JHAPER, 3(2), 191-203.

Khalid, A. (2014, Januari-Juni). Penafsiran hukum oleh hakim dalam sistem peradilan di Indonesia. Jurnal Al’Adl, VI(11), 10-36.

Sari, D. P. (2019). Kekuatan pembuktian fotokopi surat yang tidak dapat dicocokkan dengan aslinya dalam perkara perdata. Jurnal Hukum, 2(2), 323-352.

Siregar, M. Y. (2015, September). Penafsiran dalam hukum pajak dan ketetapan pajak. Jurnal Ilmiah Advokasi, 3(2), 33-48.

Sumber lainnya

Roberts, S. (2017, Maret 6). This is the ideal age gap if you want a relationship to last. Diakses dari https://nypost.com/2017/03/06/this-is-the-ideal-age-gap-if-you-want-a-relationship-to-last/.

Simtalak Badilag. (2021). Diakses dari https://simtalak.badilag.net/monitoring_perkara/admin/BankData_datasetPA.




DOI: http://dx.doi.org/10.29123/jy.v15i1.508

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2022 Jurnal Yudisial

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.