PEMAKNAAN PUTUSAN PLURALITAS DALAM SYARAT PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023
DOI:
https://doi.org/10.29123/jy.v17i2.702Keywords:
interpretasi, putusan pluralitas, persyaratan calon presiden dan wakil presidenAbstract
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 telah memperluas persyaratan pencalonan presiden dan wakil presiden dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dari hanya memuat minimal umur 40 tahun menjadi rumusan alternatif dengan penyepadanan jabatan publik tertentu. Meski demikian, dalam komposisi lima hakim konstitusi yang mengabulkan permohonan, terdapat keterbelahan antara pendapat pluralitas yang didukung oleh tiga hakim konstitusi dengan alasan berbeda yang ditulis oleh dua hakim konstitusi. Kondisi ini harus dimaknai sebagai keputusan pluralitas. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengulas konsep putusan pluralitas sebagai perspektif dalam memaknai putusan dengan suara mayoritas terbelah. Pertanyaan yang harus dijawab adalah bagaimana seharusnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 ditinjau dari perspektif putusan pluralitas. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konseptual, pendekatan kasus, dan pendekatan komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kasus putusan pluralitas, putusan harus ditafsirkan berdasarkan posisi yang diambil oleh para anggota yang setuju dengan putusan dengan alasan yang paling sempit. Berdasarkan kaidah ini, perluasan syarat pencalonan dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 harus dibaca sebagai “memperluas syarat pencalonan hanya untuk yang berpengalaman sebagai gubernur.”
References
Buku
Enright, C. (2002). Legal technique. NSW: The Federation Press.
Marzuki, P. M. (2017). Penelitian hukum. Edisi revisi. Jakarta: Prenada Media Group.
Mertokusumo, S. (1983). Sejarah peradilan dan perundang-undangannya sejak tahun 1942 dan apakah kemanfaatannya bagi kita bangsa Indonesia. Yogyakarta: Liberty.
Muhaimin. (2020). Metode penelitian hukum. Mataram: Mataram University Press.
Pudjosewojo, K. (1976) Pedoman pelajaran tata hukum Indonesia. Jakarta: Aksara Baru.
Tim Penyusun Hukum Acara Mahkamah Konstitusi. (2010). Hukum acara Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.
Jurnal
Akbar, M. A. (2020). Politik hukum pemberhentian (Pemakzulan) presiden dan/atau wakil presiden di Indonesia dalam perspektif negara hukum dan demokrasi. SASI, 26(3), 325-340. DOI: https://doi.org/10.47268/sasi.v26i3.276.
Asy’ari, S., Hilipito, M. R., & Ali, M. M. (2013). Model dan implementasi putusan Mahkamah Konstitusi dalam pengujian undang-undang (Studi putusan tahun 2003-2012). Jurnal Konstitusi, 10(4), 675-708. DOI: https://doi.org/10.31078/jk1046.
Butt, S. (2018). The Function of judicial dissent in Indonesia’s Constitutional Court. Constitutional Review, 4(1), 1-26. DOI: https://doi.org/10.31078/consrev411.
Catalano, A. (2022). The marks rule misses the mark: How the seventh circuit correctly determined the precedential effect of the supreme court’s june medical plurality. Seventh Circuit Review, 17(1), 1-41.
Cohen, D. S. (2011). The paradox of McDonald v. City of Chicago. The George Washington Law Review, 79, 823-844.
___________. (2012). McDonald’s paradoxical legacy: State restrictions of non-citizens’ gun rights. Maryland Law Review, 71(4), 1219-1230.
Curtis, C. J. (2023). Untwisting the marks rule and plurality precedent: Affirmances by evenly divided courts and theories of holdings. Gonzaga Law Review, 59, 45-89.
Davis, S. B. (2021). Beware the ides of marks: Examining the possible future of the marks rule in the Roberts court era. Wake Forest Law Review, 56(3), 685-718.
Firdaus, S. U., Panjaitan, P. A. N., & Widyasasmito, R. K. (2020). Peran dissenting opinion hakim konstitusi dalam pembaharuan hukum nasional. Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 20(1), 1-10. DOI: https://doi.org/10.30641/dejure.2020.V20.1-10.
Harijanti, S. D., Manan, F., Susanto, M., & Septian, I. F. (2020). Natural born citizen as a requirement of Indonesian president: Significances and implications. Padjajaran Jurnal Ilmu Hukum, 7(3), 289-313.
Hochschild, A. S. (2000). The modern problem of supreme court plurality decision: Interpretation in historical perspective. Washington University Journal of Law & Policy, 4, 261-287.
Ledebur, L. E. (2009). Plurality rule: Concurring opinions and a divided supreme court. Penn State Law Review, 113(3), 899-922.
Montrose, J. L. (1957). Ratio decidendi and the house of lords. Modern Law Review, 20(2), 124-130.
Neuerkirchen, J. P. (2013). Plurality decisions, implicit consensuses, and the fifth-vote rule under Marks v. United States. Widener Law Review, 19, 389-440.
Perdana, A., & Imam, M. (2023). Judisialisasi politik dalam putusan MK terkait batas usia cawapres dalam pilpres 2024. Jurnal Bawaslu DKI, 8(3), 69-92.
Re, R. M. (2019). Beyond the Marks Rule. Harvard Law Review, 132, 1942-2008.
Singh, A. C. (2024). The highest suggestion in the land: Obiter dicta and the modern supreme court of Canada. Osgoode Hall Law Journal, 61(1), 9-61.
Spriggs, J. F., & Stras, D. R. (2010). Explaining plurality decisions. Georgetown Law Journal, 99, 515-570.
Stearns, M. (2021). Modeling narrowest grounds. George Washington Law Review, 89, 461-592.
Toepfer, O. P. (2021). June medical and the marks rule. Notre Dame Law Review, 96(4), 1725-1754.
Turner, C. C., Way, L. B., & Maveety, N. (2010). Beginning to write separately: The origins and development of concurring judicial opinions. Journal of Supreme Court History, 35(2), 93-109.
Varsava, N. (2019). The role of dissents in the formation of precedent. Duke Journal of Constitutional Law & Public Policy, 14, 285-343.
Williams, R. C. (2022a). Plurality decisions and prior precedent. The Federal Courts Law Review, 14, 75-105.
____________. (2022b). Plurality decisions and the ambiguity of precedential authority. Florida Law Review, 74(1), 1-62.
Sumber Lainnya
Hapsoro, F. L. (2023). 3 Kejanggalan putusan MK dan bagaimana lembaga peradilan ini gagal mempertahankan independensi. The Conversation. Diakses dari https://theconversation.com/3-kejanggalan-putusan-mkdan-bagaimana-lembaga-peradilan-ini-gagal-mempertahankan-independensi-215812.
Hardyanto. (2014). Judicial review peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) oleh Mahkamah Konstitusi. Tesis. Yogyakarta: Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Atma Jaya.
Huda, M. (2011). Kamus hukum: Ratio decidendi. Majalah Konstitusi, 48, 1-88.
Lewis, K. M. (2018). What happens when five supreme court justices can’t agree? Congressional Research Service. Diakses dari https://crsreports.congress.gov/product/pdf/LSB/LSB10113.
Mochtar, Z. A. (2023). Patah palu hakim di hadapan politik. Kompas. Diakses dari https://www.kompas.id/baca/opini/2023/10/16/patah-palu-hakim-di-hadapan-politik.
Perludem. (2023). Tafsir serampangan, inkonsistensi logika, dan konflik kepentingan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No. 90/PUU-XXI/2023. Perludem. Diakses dari https://perludem.org/2023/10/17/tafsirserampangan-inkonsistensi-logika-dan-konflik-kepentingan-mahkamah-konstitusi-dalam-putusan-no90-puu-xxi-2023/.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
Citation Check
License
Copyright (c) 2024 Jurnal Yudisial
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
FORMULIR COPYRIGHT TRANSFER
Naskah ini asli dan penulis mengalihkan Hak Cipta naskah di atas kepada Jurnal Yudisial, jika dan ketika naskah ini diterima untuk dipublikasikan.
Setiap orang yang terdaftar sebagai penulis pada naskah ini telah berkontribusi terhadap substansi dan intelektual dan harus bertanggung jawab kepada publik. Jika di masa mendatang terdapat pemberitahuan pelanggaran Hak Cipta merupakan tanggung jawab Penulis, bukan tanggung jawab Jurnal Yudisial.
Naskah ini berisi karya yang belum pernah diterbitkan sebelumnya dan tidak sedang dipertimbangkan untuk publikasi di jurnal lain.