KEKOSONGAN HUKUM PENGUJIAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Abstract
ABSTRAK
Konstruksi pengujian peraturan perundang-undangan menurut UUD NRI 1945 menyisakan kekosongan hukum untuk menguji atau melakukan judicial review terhadap Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Sebenarnya, judicial review terhadap Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat pernah dilakukan. Hal ini dapat dilihat pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-XI/2013. Namun, dalam putusan tersebut Mahkamah Konstitusi menyatakan tidak berwenang untuk menguji Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat karena kewenangannya sudah ditentukan secara limitatif di dalam Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945 yaitu untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, dan perjanjian. Penelitian ini menggunakan data sekunder terdiri dari bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan juga bahan hukum sekunder berupa buku dan jurnal. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-XI/2013, Mahkamah Konstitusi tidak berwenang untuk menguji Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat karena secara hierarki Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat berada di atas undang-undang. Akan tetapi, berdasarkan pendapat Asshiddiqie materi muatan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat sudah setara dengan materi muatan undang-undang sehingga seyogianya Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan untuk menguji Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Kata kunci: judicial review; ketetapan majelis permusyawaratan rakyat; kekosongan hukum.
ABSTRACT
Construction of judicial review on statutory regulations according to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia left a legal vacuum corresponding with judicial review against the People’s Consultative Assembly Decree. A judicial review of the People’s Consultative Assembly Decree was led a few years ago. It can be observed in the Constitutional Court Decision Number 24/PUU-XI/2013. Nonetheless, in the decision, the Constitutional Court states that it is not authorized to do a judicial review of the People’s Consultative Assembly Decree because its authority has been set forth narrowly in Article 24C paragraph (1) of the Indonesian Constitution namely to perform a judicial review of the law to the constitution. This research uses normative juridical legal method by examining the theories, concepts, legal principles, norms, rules of statutory regulations, court decisions, and agreements. This research uses secondary data consisting of primary legal materials in the form of statutory regulations and court decisions as well as secondary legal materials in the form of books and journals. The research nds that based on the Constitutional Court Decision Number 24/PUU-XI/2013, the Court is not authorized to undertake a judicial review of the People’s Consultative Assembly Decree because the hierarchical position of the People’s Consultative Assembly Decree is above the law. However, according to the opinion of Asshiddiqie, the content of the People’s Consultative Assembly Decree is equivalent to the content of the law therefore the Constitutional Court has the authority to perform a judicial review of the People’s Consultative Assembly Decree.
Keywords: judicial review; the people’s consultative assembly decree; legal vacuum.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Buku
Ansori, L. (2018). Pengujian peraturan perundang-undangan. Malang: Setara Press.
Asshiddiqie, J. (2006). Perihal undang-undang di Indonesia. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Kontitusi RI.
Fuady, M. (2011). Teori negara hukum modern (Rechtsstaat). Bandung: Refika Aditama.
Hasibuan, A. M. (2017). Konsep judicial review dan pelembagaannya di berbagai negara. Malang: Setara Press.
Huda, N. (2003). Politik ketatanegaraan Indonesia. Yogyakarta: FH UII Press.
Indrati, M. F. (2010). Ilmu perundang-undangan: Jenis, fungsi, dan materi muatan. Yogyakarta: Kanisius.
Mahfud MD, M. (2007). Membangun politik hukum, menegakkan konstitusi. Jakarta: LP3ES.
____________. (2010). Perdebatan hukum tata negara pasca amandemen konstitusi. Jakarta: Rajawali Pers.
Natabaya, H. A. S. (2008). Sistem peraturan perundang-undangan Indonesia. Jakarta: Konstitusi Press dan Tatanusa.
Yani, A. (2013). Pembentukan peraturan perundang-undangan yang responsif: Catatan atas UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Jakarta: Konstitusi Press.
Jurnal
Agustian, T. (2017, Oktober). Implikasi terhadap pengujian Ketetapan MPR/MPRS pasca Putusan Mahkamah Konstitusi dalam rangka mengawal tegaknya konstitusi negara. UBELAJ, 2(2), 103-122.
Ansori, L. (2016). Politik hukum judicial review Ketetapan MPR. Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam, 6(1), 28-52.
Aziz, M. (2010, Oktober). Pengujian peraturan perundang-undangan dalam sistem peraturan perundang-undangan Indonesia. Jurnal Konstitusi, 7(5), 113-150.
Fadjar, O. R. (2020). Tinjauan yuridis tentang efektivitas judicial review oleh Mahkamah Konstitusi dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi. Presumption of Law, 2(1), 58-71.
Fajarwati, M. (2018, Januari-Maret). Konstitusionalitas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Jurnal Hukum & Pembangunan, 48(1), 70-89.
Hafidzi, A., & Sugesti, P. (2019). Interpretasi Mahkamah Konstitusi terhadap pengujian peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Al-Imarah: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam, 4(2), 97-110.
Hasibuan, A. M. (2016a). Mengkritisi pemberlakuan teori fiksi hukum. Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 16(3), 251-264.
_____________. (2016b). Pengujian peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Jurnal Legislasi Indonesia, 13(2), 145-151.
_____________. (2019a). Keberadaan instruksi presiden sebagai produk hukum di Indonesia. Reformasi Hukum, XXIII(1), 96-112.
_____________. (2019b). Putusan peninjauan kembali perkara pidana sebagai novum dalam peninjauan kembali perkara perdata. Jurnal Yudisial, 12(1), 105-120.
Helmi, M. I. (2019). Penyelesaian satu atap perkara judicial review di Mahkamah Konstitusi. Salam: Jurnal Sosial & Budaya Syar-i, 6(1), 97-112.
Safi’. (2016). Urgensi penyatuan kewenangan pengujian peraturan perundang-undangan oleh lembaga peradilan (judicial review) di Indonesia. Rechtidee, 11(2), 208-225.
Sihombing, E. N. A. M. (2017). Perkembangan kewenangan pembatalan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah: Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-XIII/2015 dan Nomor 56/PUU- XIV/2016. Jurnal Yudisial, 10(2), 217-234.
DOI: http://dx.doi.org/10.29123/jy.v15i1.439
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2022 Jurnal Yudisial

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
| ![]() | ![]() | ![]() | ![]() | ![]() |