LEGAL STANDING PEMEGANG HAK MEREK TERDAFTAR YANG BELUM DIMOHONKAN PERPANJANGAN

Authors

  • Asma Karim UNIVERSITAS WIDYA MATARAM YOGYAKARTA

DOI:

https://doi.org/10.29123/jy.v13i1.359

Keywords:

legal standing, judex juris, bad faith.

Abstract

ABSTRAK

Putusan Mahkamah Agung Nomor 139 K/Pdt.Sus HKI/2018 tentang pemegang merek terdaftar yang jangka waktunya berakhir dan belum perpanjangan merek, menyatakan bahwa penggugat tidak memiliki legal standing melakukan gugatan a quo. Penelitian ini berupaya memahami dan menganalisis apakah tepat atau tidak pertimbangan Mahkamah Agung dalam putusan tersebut (dilihat dari perspektif hukum materiil). Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan berbasis pada data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Mahkamah Agung kurang cermat dalam menjatuhkan putusan. Selaku judex juris, Mahkamah Agung seharusnya mempertimbangkan bahwa penggugat memiliki legal standing melakukan gugatan a quo didasarkan pada adanya iktikad tidak baik dari tergugat. Yaitu pertama, tergugat tidak melaksanakan putusan judex juris dalam perkara serupa Nomor 803 K/Pdt.Sus/2011, yang menyatakan penggugat adalah pemegang hak merek terdaftar, tetapi tergugat kemudian tetap menggunakan merek yang sama kedua kalinya. Kedua, penggugat memiliki legal standing mengajukan gugatan a quo adalah mengacu pada Pasal 77 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016, yang menyebutkan bahwa gugatan pembatalan dapat diajukan tanpa batas waktu jika terdapat unsur iktikad tidak baik.

Kata kunci: legal standing; judex juris; iktikad tidak baik.

 

ABSTRACT

Decision of the Supreme Court Number 139 K/Pdt.Sus HKI/2018 concerning registered brand holders which the period ended and the brand was not extended yet, states that the litigant does not have a legal standing to make a quo lawsuit. These researches analyze whether the Supreme Court's consideration is appropriate or not in the decision (viewed from a material legal perspective). The research used a normative juridical method, based on secondary data. The author believes that the Supreme Court was not accurate in giving decision. As a judex juris, the Supreme Court should consider that the litigant has a legal standing to make a quo lawsuit since the defendant has a bad faith. First, the defendant did not implement the judex juris decision in the similar case Number 803 K/ Pdt.Sus/2011, which states that the litigant is the holder of registered brand rights, but the defendant then continues to use the same brand twice. Second, the litigant has a legal standing propose a quo lawsuit referring to Article 77 of Law Number 20 of 2016, which states that an accusation for cancellation can be submitted without time limit if there is a bad faith.

Keywords: legal standing; judex juris; bad faith.

References

Buku

Ambadar, J., Abidin, M., & Isa, Y. (2007). Mengelola merek. Jakarta: Yayasan Bina Karsa Mandiri.

Amiruddin & Asikin, Z. (2006). Pengantar metode penelitian hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Direktorat Jenderal HKI. (2000). Buku panduan hak kekayaan intelektual (Pertanyaan & jawabannya). Jakarta: Ditjen HKI Depkeh & HAM.

Komisi Hukum Nasional RI. (2011). Kebijakan menciptakan iklim usaha yang kondusif (Suatu rekomendasi). Jakarta: Komisi Hukum Nasional RI.

Lindsey, T., et al. (2004). Hak kekayaan intelektual, suatu pengantar. Bandung: PT Alumni.

Mahkamah Konstitusi RI. (2010). Hukum acara Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Bekerjasama dengan Asosiasi Pengajar Hukum Acara Mahkamah Konstitusi.

Margono, S., & Hadi, L. (2002). Pembaharuan perlindungan hukum merek. Jakarta: Novirindo Pustaka Mandiri.

Maulana, I. B. (2005). Perlindungan merek terkenal di Indonesia dari masa ke masa. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Meliala, S. Q. (2007). Pengertian asas iktikad baik di dalam hukum Indonesia. Surabaya: Mitra Ilmu.

Prodjodikoro, W. (2006). Asas-asas hukum perjanjian. Bandung: Sumur.

Ratnawati, E. T. R. (2009). Dasar-dasar hak kekayaan intelektual. Yogyakarta: Macell Press.

Soekanto, S. (2008). Pengantar penelitian hukum. Jakarta: Universitas Indonesia.

Usman, R. (2003). Hukum hak atas kekayaan intelektual: Perlindungan & dimensi hukumnya di Indonesia. Bandung: PT Alumni.

Jurnal

Azizah, S. (2018). Legal standing lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat (LPKSM) dalam perkara ekonomi syari'ah di pengadilan agama. Jurnal Muslim Heritage, 3(1), 107-127.

Far-Far, C. Y., & Sigito, S. P., & Alam, M. Z. (2014). Tinjauan yuridis pembatalan merek dagang terdaftar terkait prinsip itikad baik (good faith) dalam sistem pendaftaran merek (Studi Putusan Nomor 356 K/Pdt.Sus-HaKI/2013). Jurnal Hukum Universitas Brawijaya, 4(1), 1-22.

Mangowal, J. (2017). Perlindungan hukum merek terkenal dalam perspektif Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek. Jurnal Lex Et Societatis, 5(9), 22-29.

Murjiyanto, R. (2017). Konsep kepemilikan hak atas merek di Indonesia (Studi pergeseran sistem "deklaratif" ke dalam sistem "konstitutif"). Jurnal Ius Quia Iustum, 4(1), 52-72.

Nugroho, L. D. (2016). Itikad baik sebagai tolak ukur perbuatan debitor dalam kepailitan. Era Hukum, 14(2), 263-291.

Poesoko, H. (2015). Penemuan hukum oleh hakim dalam penyelesaian perkara perdata. Jurnal Hukum Acara Perdata, Adhaper, 1(2), 215-237.

Santoso, E. (2016). Penegakkan hukum terhadap pelanggaran merek dagang melalui peran kepabeanan sebagai upaya menjaga keamanan & kedaulatan negara. Jurnal Rechtsvinding, 5(1), 117-134.

Siahaan, N. H. T. (2011). Perkembangan legal standing dalam hukum lingkungan (Suatu analisis yuridis dalam public participatory untuk perlindungan lingkungan). Jurnal Syiar Hukum, 13(3), 232-244.

Sujatmiko, A. (2010). Prinsip hukum penyelesaian pelanggaran passing off dalam hukum merek. Jurnal Yuridika, 25(1), 51-69.

Downloads

Additional Files

Published

2020-09-07

How to Cite

Karim, A. (2020). LEGAL STANDING PEMEGANG HAK MEREK TERDAFTAR YANG BELUM DIMOHONKAN PERPANJANGAN. Jurnal Yudisial, 13(1), 107–124. https://doi.org/10.29123/jy.v13i1.359

Citation Check